Peradi Usul Hapus Pasal Penyadapan di KUHAP karena Khawatir Penyalahgunaan | IVoox Indonesia

June 19, 2025

Peradi Usul Hapus Pasal Penyadapan di KUHAP karena Khawatir Penyalahgunaan

Komisi III DPR RI rapat dengan LPSK dan Peradi untuk dengar masukan soal RUU KUHAP
Komisi III DPR RI rapat dengan LPSK dan Peradi untuk dengar masukan soal RUU KUHAP di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (17/6/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

IVOOX.id – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengusulkan agar penyadapan dihapus dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP karena khawatir akan disalahgunakan.

Waketum Peradi Sapriyanto Refa mengatakan bahwa mekanisme penyadapan dalam tindak pidana sudah diatur dalam sejumlah undang-undang lain, sehingga tak perlu lagi disebutkan dalam KUHAP yang baru.

"Dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini, penyadapan harus dihilangkan," kata Supriyanto saat rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (17/6/2025), dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan bahwa penyadapan sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-Undang Kepolisian.

Untuk itu, dia mengusulkan agar bentuk upaya paksa yang diatur dalam RUU KUHAP diubah, sehingga upaya paksa hanya meliputi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan larangan bagi tersangka keluar wilayah Indonesia.

Selain soal penyadapan, dia juga mengusulkan agar keterangan ahli dan bukti petunjuk dihapus dalam RUU KUHAP karena dinilai sangat berbahaya untuk meyakini hakim.

Dia pun mengusulkan bahwa alat bukti hanya meliputi empat jenis, yakni keterangan saksi, bukti surat, bukti elektronik, hingga keterangan terdakwa.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa penyidik harus mencari alat bukti sendiri untuk menemukan pelaku atau membuktikan tindak pidana. Menurut dia, penyidik tidak dapat hanya bergantung pada bukti petunjuk.

Mengenai keterangan ahli, dia pun menyayangkan bahwa selama ini keterangan ahli yang kerap dipertimbangkan hakim adalah yang diajukan dari jaksa penuntut umum. Sedangkan, kata dia, keterangan ahli dari pihak penasihat hukum jarang dipertimbangkan.

"Karena itu, kalau kemudian dalam penanganan sebuah perkara pidana memerlukan ahli, cukup dia memberikan keterangan tertulis, yang akhirnya menjadi bukti surat. Tidak perlu dihadirkan di persidangan," katanya.

0 comments

    Leave a Reply