Pengamat Transportasi Ingatkan Soal Undang-Undang yang Belum Jelas Mengatur Ojek online Sebagai Alternatif Transportasi

IVOOX.id – Kehadiran ojek online telah mengubah wajah mobilitas kota dan menjadi bagian dari keseharian masyarakat karena fleksibilitas layanannya. Tidak heran, popularitas ojek online terus meroket di tengah macetnya lalu lintas dan keterbatasan transportasi publik yang nyaman. Namun regulasi yang menaunginya hingga kini belum jelas.
“Ojek online telah mengubah wajah mobilitas kota, tetapi dibalik kenyamanannya tersimpan pertanyaan besar tentang keselamatan, hukum, dan arah masa depan transportasi kita,” kata Muhamad Akbar, pengamat transportasi, dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Rabu (27/8/2025).
Secara hukum, posisi ojek online memang belum jelas. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 hanya mengakui bus, taksi, dan kereta sebagai angkutan umum. Sepeda motor tidak termasuk di dalamnya. Regulasi yang ada saat ini sebatas aturan teknis melalui Permenhub Nomor 12 Tahun 2019, yang mengatur tarif dan keselamatan dasar, tetapi belum memberi pengakuan penuh. Akibatnya, perlindungan hukum bagi pengemudi dan penumpang masih rapuh, terutama jika terjadi kecelakaan atau sengketa.
Dari sisi keselamatan, risiko sepeda motor jauh lebih besar dibanding moda transportasi umum lainnya. Data Polri menunjukkan lebih dari 70 persen kecelakaan lalu lintas di Indonesia melibatkan motor. Minimnya perlindungan fisik membuat penumpang ojek online sangat rentan, terutama saat menghadapi jalan licin, cuaca buruk, atau lalu lintas padat.
Selain itu, kehadiran ribuan motor ojek online di jalan justru berpotensi memperparah kemacetan. Efisiensinya terasa pada level individu, namun secara kolektif menambah beban lalu lintas dan menggeser minat masyarakat dari transportasi massal seperti MRT, LRT, atau BRT. Padahal, para ahli transportasi sepakat bahwa solusi jangka panjang mobilitas kota ada pada penguatan angkutan massal, bukan motor.
“Dengan kondisi ini, posisi ojek online sebaiknya ditempatkan sebagai pendukung atau feeder bagi transportasi massal, bukan tulang punggung utama. Negara perlu tegas menentukan arah kebijakan: apakah mengikuti arus popularitas ojek online, atau konsisten membangun sistem transportasi kota yang aman, efisien, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang,” ujarnya.

0 comments