Penerimaan Pajak Semester I 2025 Naik jadi Rp 181,3 Triliun per Bulan | IVoox Indonesia

July 26, 2025

Penerimaan Pajak Semester I 2025 Naik jadi Rp 181,3 Triliun per Bulan

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) berfoto bersama Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama (kiri) dan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto (kanan) sebelum memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). /ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom

IVOOX.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 181,3 triliun per bulan pada semester I 2025, dengan total penerimaan pajak bruto mencapai Rp 1.087,8 triliun, atau tumbuh 2,3 persen year-on-year (yoy).

“Pada lima tahun terakhir, (pencapaian penerimaan pajak) kami bertumbuh dari rata-rata penerimaan bruto di 2021 (sebesar) Rp111,4 triliun (per bulan), sampai kepada rata-rata sekitar Rp170 triliun di tiga tahun terakhir, (yakni) 2022, 2023, 2024,” kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto di Jakarta, Senin (14/7/2025), dikutip dari Antara.

“Di 2025 ini sendiri, kami Alhamdulillah bisa mencatat Rp 181,3 triliun rata-rata penerimaan per bulan di semester pertama,” lanjutnya.

Ia menuturkan kontribusi penerimaan pajak terhadap total penerimaan negara pada semester I tahun ini mencapai 69,23 persen, atau tumbuh sekitar hampir 1,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024.

Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan penerimaan pajak neto yang hingga Juni 2025 mencapai Rp 837,79 triliun.

Sejumlah kontributor terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan Rp 151,71 triliun; PPh orang pribadi Rp 14,06 triliun; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp 297,9 triliun; serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 11,56 triliun.

Pertumbuhan penerimaan pajak neto cenderung meningkat, meskipun di tengah perekonomian global yang melambat, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat pada Juni 2025 sebesar 15,8 persen yoy dan pertumbuhan terendah tercatat pada Januari 2025 sebesar minus 41,9 persen yoy.

Bimo Wijayanto mengakui bahwa terdapat penurunan pada realisasi penerimaan neto terkait PPh Badan, PPN, dan PPnBM akibat adanya restitusi yang cukup signifikan.

“Namun, dari sisi penerimaan neto tahunan, year-on-year, pada Juni ini kami bisa rebound (pulih kembali) dan mudah-mudahan ini sinyal yang positif untuk terus rebound sampai akhir Desember nanti,” ucapnya.

Biaya Pemungutan Pajak Diklaim Efisien

Efisiensi biaya pemungutan pajak di Indonesia, yang diukur melalui rasio anggaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap penerimaan pajak nasional, lebih baik dibandingkan sejumlah negara-negara sejawat (peer countries).

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyampaikan bahwa rasio biaya pemungutan pajak atau cost of tax collection ratio di Indonesia masih lebih baik daripada China, India, dan Filipina.

Rasio biaya pemungutan pajak di Indonesia tercatat cenderung menurun selama lima tahun terakhir, yakni sebesar 1,32 persen pada 2021; 1,13 persen pada 2022; 1,06 persen pada 2023; 1,08 persen pada 2024; dan 0,89 persen pada 2025.

Bimo menuturkan komponen utama biaya tersebut mencakup gaji dan tunjangan kinerja pegawai, belanja barang, dan belanja modal.

“Bisa dilihat dari rasio anggaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap penerimaan pajak sebagai tolak ukur kinerja kami, ini cost of tax collection ratio kami, ini consistently (secara konsisten) kami bisa mengefisienkan diri,” katanya di Jakarta, Senin (14/7/2025), dikutip dari Antara.

Sementara cost of tax collection ratio selama periode yang sama di China berkisar 1 persen hingga 1,4 persen; di India antara 1,5 persen hingga 1,9 persen; sementara di Filipina berada di rentang 2 persen hingga 2,4 persen.

Meskipun demikian, ia mengakui efisiensi pemungutan pajak di Indonesia dapat lebih ditingkatkan, terutama berkaca kepada Australia dan Amerika Serikat yang masing-masing berhasil mencapai rasio 0,5 persen dan 0,4 persen pada tahun ini.

“Memang daripada negara-negara yang sudah cukup mature (matang) sistem administrasi perpajakannya, seperti Australia atau Amerika, kita masih (kalah) jauh,” ujar Bimo Wijayanto.

0 comments

    Leave a Reply