Pemerintah Perkuat Tata Kelola Perizinan Pesisir dan Pulau Kecil Lewat PP 28/2025 | IVoox Indonesia

July 12, 2025

Pemerintah Perkuat Tata Kelola Perizinan Pesisir dan Pulau Kecil Lewat PP 28/2025

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan (PK) KKP, Ahmad Aris
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan (PK) KKP, Ahmad Aris dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta Rabu (9/7/2025). IVOOX.ID/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Kebijakan ini merupakan penyempurnaan dari PP 5/2021, dengan fokus pada efisiensi birokrasi perizinan tanpa mengesampingkan perlindungan terhadap ekosistem laut dan pesisir.

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan (PK) KKP, Ahmad Aris, menjelaskan bahwa PP baru ini dirancang agar proses perizinan menjadi lebih sederhana, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan lingkungan. Ia menegaskan, “Dengan diterbitkannya PP ini, pemerintah ingin memastikan bahwa proses perizinan berusaha tidak hanya lebih efisien dan transparan, tetapi juga tetap mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian ekosistem pesisir serta pulau-pulau kecil.” Katanya.

Dalam diskusi Bincang Bahari yang digelar di Jakarta pada Rabu (9/7), Aris menyoroti beberapa aspek penting dalam aturan ini. Salah satunya adalah pengaturan praperizinan dasar untuk pemanfaatan ruang laut, termasuk rekomendasi atas pemanfaatan pulau kecil di bawah 100 kilometer persegi dan pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi namun tidak masuk CITES Appendix I. Selain itu, integrasi dengan sistem Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan keharusan melampirkan dokumen-dokumen seperti Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), Persetujuan Lingkungan, serta Izin Bangunan Gedung dari pemda kini menjadi bagian dari proses wajib.

Cakupan sektor usaha yang dikenai kewajiban perizinan ini juga diperluas. Termasuk di antaranya adalah sektor strategis seperti pemanfaatan Air Laut Selain Energi (ALSE), pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), produksi garam, pemanfaatan pasir laut, serta kegiatan biofarmakologi dan bioteknologi kelautan.

Pendekatan berbasis risiko, menurut Aris, memberi keleluasaan bagi otoritas untuk memilah jenis usaha mana yang memerlukan pengawasan ketat, dan mana yang bisa difasilitasi secara cepat. “Pendekatan berbasis risiko ini memungkinkan kita memilah jenis usaha yang memerlukan pengawasan ketat dan mana yang bisa difasilitasi lebih cepat. Dengan begitu, kita tetap menjaga keberlanjutan tanpa menghambat investasi,” ujarnya.

Plt. Direktur Pemanfaatan Kolom Perairan dan Dasar Laut Ditjen PK KKP, Didit Eko Prasetyo, turut menambahkan bahwa reformasi perizinan ini menempatkan penataan ruang laut sebagai aspek kunci. Dalam PP 28/2025, khususnya Pasal 47A ayat (2), KKPRL ditetapkan sebagai instrumen utama dalam pemberian izin. “Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kini menjadi instrumen kunci. Kami siapkan skema pelayanan yang lebih transparan, cepat, dan digital, termasuk melalui integrasi sistem OSS dan e-SEA,” kata Didit.

Ia menegaskan bahwa pelayanan pengurusan KKPRL kini bisa dilakukan tanpa biaya pendaftaran, dengan estimasi waktu penyelesaian sekitar 33 hari kerja bila tanpa perbaikan dokumen, atau maksimal 43 hari jika ada perbaikan. Fitur baru seperti verifikasi dokumen otomatis dengan bantuan AI dan koneksi data lintas sistem (bridging data) juga sedang dikembangkan untuk mempercepat proses layanan.

Meski demikian, Didit mengakui masih ada tantangan, terutama dalam hal pemahaman teknis para pelaku usaha terhadap dokumen spasial. Untuk itu, KKP mendorong pembukaan gerai perizinan di berbagai daerah serta integrasi pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui sistem SIMPONI milik Kementerian Keuangan.

“Dengan demikian, sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para pelaku usaha, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan lainnya dalam proses pemanfaatan ruang laut secara legal, transparan, dan berkelanjutan,” kata Didit.

0 comments

    Leave a Reply