October 3, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Pemerintah Daerah Harus Menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja

IVOOX.id, Yogyakarta - Indonesia, saat ini sudah memasuki negara berpendapatan menengah ke atas, menurut perhitungan GNI (gross national income). Karena sejak 2019, pendapatan per kapita Indonesia sudah mencapai US$4.050. Kalau terjadi pertumbuhan yang linier rata-rata 5%, diproyeksikan pada 25 tahun mendatang (2045), yakni ketika Indonesia memasuki masa bonus demografi. Ketika itu, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan income tinggi atau high income country. 

“Namun memang tidak bisa linier 5% pertumbuhannya,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman di Yogyakarta, Rabu (2/12).

Hal itu disampaikannya di depan peserta acara ‘Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Klaster Tata Ruang, Pertanahan, PSN, PUPR, Transportasi, Kawasan Ekonomi Khusus, Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Informasi Geospasial’.

Rizal Affandi mengemukakan, banyak hal yang menyebabkan sulit mencapai proyeksi pertumbuhan 5%, di antaranya pandemi covid-19 yang tidak hanya melanda Indonesia tapi lebih dari 200 negara.

Namun, dia menilai kondisi yang saat ini terjadi seharusnya dimanfaatkan untuk mencapai target pertumbuhan tersebut. Hal itu, jelasnya, kondisi tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan dengan melakukan dengan berbagai upaya.

Menurut dia, saat ini kesempatan melakukan riset agar menjadi lebih baik dan tepat. “Saat ini kesempatan mempersiapkan atau melakukan riset yang disebabkan beberapa kondisi di Indonesia, pertama adanya aturan yang sangat berlebih, ini bisa kita lihat, kenapa kita melakukan transformasi dengan menerbitkan Undang-Undang Ciptaker (Cipta Kerja), dari hyper regulated ke yang lebih sederhana,” katanya.

Ia menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki banyak peraturan. Tercatat, di Indonesia memiliki lebih dari 43.000 peraturan dan 16.000 di antaranya di daerah. Karena itu, imbuhnya, daerah harus melakukan penyesuaian dengan UU Cipta Kerja.

“Pengambil keputusan di daerah juga perlu menyiapkan menyesuaikan, karena adanya 16.000 aturan di daerah yang perlu disimplifikasi. Ini kesempatan yang baik tidak hanya di pusat tetapi juga daerah,” ungkapnya.

Menurut dia, penyesuaian-penyesuaian berbagai peraturan ke UU Cipta Kerja bertujuan agar Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi.

Untuk menjadi negara berpendapatan tinggi, jelasnya, harus mampu bersaing secara regional hingga global.

Harus transformasi

Persaingan di tinggkat regional hingga global, menurutnya, sangat kompetitif dan penuh jebakan. “Kita harus keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah,” tegasnya.

Karena itu, lanjutnya, untuk bersaing secara global Indonesia tidak lagi dapat mengandalkan pertumbuhan yang didasarkan murahnya tenaga kerja, produktivitas murah, mudahnya sumber bahan baku ke industri.

Menurut dia, yang dibutuhkan Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi adalah mendorong produktivitas tinggi, pemanfaatan teknologi, serta adanya industri yang memiliki value added tinggi.

Karena itu, ia menegaskan, melakukan transformasi adalah keharusan. Untuk itu, pemerintah melakukan transformasi dengan menerbitkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Dikatakannya, UU Cipta Kerja akan mensinkronisasikan 78 undang undang yang ada di Tanah Air. 

Undang-undang Cipta Kerja, ujarnya, merupakan induk dari berbagai peraturan turunan, baik yang berupa ada peraturan presiden (Perpres), peraturan pemerintah dan lain sebagainya. “Itu tadi, ada setidaknya 43 .000 peraturan yang harus disinkronkan dengan UU Cipta Kerja,” katanya.

Ia juga menyebutkan, keberadaan UU Cipta Kerja beserta peraturan turunannya diperlukan untuk mengantarkan bangsa Indonesia menikmati bonus demografi.

Di sisi lain, imbuhnya, saat ini bangsa Indonesia juga terdampak covid-19, sehingga banyak tenaga kerja yang menganggur, kehilangan pekerjaan atau kemudian hanya bekerja hanya dalam waktu pendek karena kemudian dilakukan shifting yang lebih pendek. Untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja, pemerintah menghadirkan UU Cipta Kerja yang akan meningkatkan daya saing.

Rizal menambahkan, banyak yang mengira UU Cpta Kerja akan mempersulit usaha mikro menengah kecil (UMKM). Padahal, banyak bukti bahwa saat perekomian Indonesia mengalami kesulitan pada 1998, dan UMKMlah yang bisa menopang pertumbuhan perekonomian Indonesia, karena perusahaan besar banyak yang collaps. Karena itu, pemerintah melalui UU Cipta Kerja, berupaya untuk mendukung pertumbuhan UMKM.

Namun, tambahnya, berbeda dengan yang sekarang. UMKM, katanya, saat ini juga terdampak covid-19, sehingga pemerintah juga harus mengambil langkah untuk memperkuat dan melindungi UMKM.

Dikatakan, UU Cipta Kerja juga memberikan perlakuan khusus terhadap UMKM dan Koperasi, khususnya dalam menentukan lokasi usaha yang sesuai dengan tata ruang, perizinan, cara mendapatkan bahan baku, sertifikasi halal, dan sebagainya.

Apakah Omnibus Law ini hanya Indonesia yang pernah membuat? Rizal mengingatkan, Amerika Serikat, Kanada, bahkan Vietnam maupun Filipina pernah menerbitkan Omnibus Law. “Vietnam menggunakan Omnibus Law ini saat akan masuk ke WTO,” katanya.

Sedang Indonesia sendiri, jelasnya, telah menjadi anggota WTO, sehingga juga harus melakukan. “Ada empat undang undang dari 78 undang undang yang direvisi melalui UU Cipta Kerja adalah undang undang yang bertentangan dengan WTO. Jika dibiarkan, Indonesia dapat dikucilkan dan bahkan kena denda,” ujarnya.

Untuk mendukung pelaksanaan UU Cipta Kerja, jelasnya, disusun 44 RPP (Rencana Peraturan Pemerintah) dan 40 di antaranya sudah tersedia di website. Ia berharap, kalangan pemangku kepentingan dan masyarakat lainnya ikut memberikan masukan terhadap RPP tersebut.

0 comments

    Leave a Reply