October 3, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Hadirnya UU Ciptaker Memudahkan Masyarakat Membuka Usaha

IVOOX.id, pontianak - Pemerintah terus melakukan sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Ciptaker), sekaligus berupaya menyerap aspirasi masyarakat untuk penyusunan aturan turunan dari UU tersebut. Salah satunya dilakukan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kemarin.

Pada kesempatan tersebut, Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lestari Indah menjelaskan kehadiran UU Ciptaker akan memudahkan perizinan dalam berusaha yang sebelumnya membebani masyarakat untuk memulai menjadi pengusaha.

Karena sebelum adanya UU Ciptaker, pengusaha harus melewati berbagai peraturan perudang-undangan yang berbeda-beda untuk menjalani usaha mereka.

Lestari Indah mengatakan dalam UU Ciptaker menerapkan risk based approach (RBA), yaitu pendekatan berbasis risiko.

“Izin hanya dilakukan pada usaha yang memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan dan jika risiko menengah, akan didorong untuk melakukan usaha sesuai standar. Sehingga tidak perlu lagi izin dengan nomenklatur izin, tetapi mendorong penerapan standar,” kata Lestari pada acara ‘Serap Aspirasi Implementasi Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Ia mengungkapkan bagi usaha yang memiliki risiko rendah perizinannya hanya melakukan registrasi di Online Single Submission (OSS).

Melalui penerapan konsep dengan pendekatan berbasis risiko, menurut Lestari, pemerintah bisa melakukan pemilahan atas kegiatan usaha yang perlu izin dari pemerintah yang lebih ketat atau hanya cukup registrasi.

“Dengan begitu kita bisa mendorong UMKM (usaha mikro menengah kecil) bisa menjadi formal karena hanya melakukan registrasi. Ini yang perlu dilakukan sosialisasi ke semua pihak,” ujarnya.

Memudahkan pengawasan

Dengan konsep tersebut, lanjutnya, bisa mengurangi jumlah perizinan dan mempermudah melegalkan usaha dan menjadikan pemerintah hanya melakukan pengawasan lebih ketat.

“Karena perizinan yang sudah dipermudah maka fokusnya akan beralih kepada pengawasan. Pengawasan di UU Ciptaker berbeda dengan regulasi pengawasan yang lama,” kata Lestari.

Ia mengungkapkan dalam sistem pengawasan bidang usaha yang lama hanya melihat legalitas dan izin dan ketika ingin melakukan pengawasan kepada perusahaan daerah maka harus melihat anggaran dari pemerintah. Jika memiliki anggaran yang besar akan banyak perusahaan bermunculan sehingga tidak ada prioritas.

“Hal-hal seperti ini yang menjadikan tidak ada standarisasi di seluruh Indonesia, berbeda-beda policy dari kabupaten hingga provinsi,” ujar Lestari.

Namun, lanjut Lestari, dengan menerapkan pengawasan berbasis risiko akan mengubah konsep sebelumnya. Karena dengan keterbatasan anggaran dan SDM maka pemerintah daerah bisa fokus melakukan pengawasan ke perusahaan yang memiliki risiko tinggi namun tidak menyampingkan risiko menengah dan kecil.

Kemudian, tambahnya, mekanisme pengawasan ke depan tidak hanya sebatas legalitas tetapi harus memastikan bahwa pelaku usaha melakukan usaha sesuai standarnya. “Artinya pelaksana pengawas harus paham betul perusahaan tersebut melakukan apa, standarnya apa, dan lainnya. Serta harus memastikan perusahaan tersebut sudah sesuai standar belum,” ucapnya.

Hasil dari pengawasan dalam bentuk Berita acara pemeriksaan (BAP) akan diunggah di sistem Online Single Submission (OSS) dan tingkat kepatuhan akan dicatat sistem sehingga akan dievaluasi. Hasil tingkat pengawasan juga akan dipakai sebagai review atas tingkat risiko.

Melindungi masyarakat adat

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kalimantan Barat, A L Leysandri, menyebutkan bahwa agar penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) UU Ciptaker bisa melindungi masyarakat adat, lingkungan, dan pengusaha.

“Perhatian pemerintah terkait dengan lingkungan hidup dan kehutanan penting untuk memastikan dalam pengawasan kehutanan sudah mempertimbangkan prinsip-prinsip yang melindungi dan menjaga agar tidak terjadi dampak negatif dari pelaksanaan kegiatan kehutanan,” kata Leysandri.

Sementara dari sektor lingkungan hidup UU Ciptaker mengamanatkan penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (amdal) diintegrasikan dalam perizinan berusaha.

Dampaknya tidak dikenal lagi dengan izin lingkungan, jika terjadi penyimpangan dari upaya mitigasi lingkungan yang direkomendasikan dalam amdal maka akan dianggap pelanggaran atas perizinan perusahaan.

“Proses penyusunan amdal juga dibuat lebih sederhana yakni menjadi uji kelayakan yang dilakukan langsung oleh pemerintah. Pemerintah bisa menunjuk lembaga yang bersertifikat, selanjutnya hasil uji kelayakan akan menjadi prasyarat penerbitan izin usaha,” ujar Leysandri.

Dalam UU Ciptaker para pelaku usaha wajib menggandeng masyarakat yang terdampak langsung dalam proses penyusunan amdal. Hal ini untuk masyarakat yang terdampak tidak mengalami kerugian materiil dan non materiil serta mendapat nilai manfaat.

Dalam penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) Leysandri berharap proses penyederhanaan proses amdal dapat tercapai dan di sisi lain mendapat pengawasan hukum dari pelaku usaha.

“RPP nanti juga diharapkan dapat melindungi adat masyarakat. Ini penting untuk menghindari konflik sosial, sehingga UU ini bisa memberi kepastian hukum bagi pengusaha dan warga sekitar,” pungkasnya.

0 comments

    Leave a Reply