Pandangan Samuel Tabani Terkait Peristiwa pembunuhan di Nduga

IVOOX.id, Papua - Samuel Tabani bercerita tentang Peristiwa Penyanderaan di Mapnduma, (hari ini Kabupaten Nduga) pada tahun 1996 saat itu ia masih duduk di bangku kelas 3 (tiga) SD Inpres Mbuwa.
Waktu itu, ayah saya menerima pasukan TNI dengan penuh kasih dan damai dan menyerahkan rumah kita sepenuhnya untuk digunakan sebagai POS TNI.
Bekal bahasa Indonesia saya yang sederhana/kaki kepala waktu itu, saya diminta menjadi TBO (Tenaga Bantuan Orang), tugas saya membantu cuci piring, pakaian kotor dan ketika mereka patroli saya diminta untuk dampingi mereka keliling kampung/distrik Mbuwa dan Yigi (photo terlampir).
Kadang abang-abang TNI tanya saya dimana OPM, saya sama sekali tidak mengerti apalagi mengenal OPM justru saya belajar kenapa OPM menjadi target mereka? Waktu itu saya banyak belajar dunia luar dari kehadiran TNI, banyak hal yang positif dan negatif.
Banyak peristiwa baik dan tidak baik yang masih saya ingat. Saya-pun disiapkan untuk menjadi anggota TNI (photo terlampir) dan hampir menjadi anggota TNI karena mereka adalah sumber inspirasi dan kontak pertama saya dengan dunia luar disaat usia sekolah dasar (SD).
Banyak abang-abang anggota TNI yang saya anggap bagian dari keluarga saya. Hubungan baik itu tetap terjaga sampai hari ini dan kedepan kita masih dan akan tetap keluarga.
Beberapa hal yang wajib diketahui oleh Pemerintah Provinsi/Pusat, anggota TNI/POLRI dan masyarakat umum diseluruh Indonesia adalah:
1. Masyarakat saya suku Nduga tidak pernah terlibat dan merencanakan pembunuhan para pekerja jalan trans Habema-Nduga dengan tujuan memberhentikan pembangunan jalan tersebut.
Karena jalan trans Habema-Nduga adalah permintaan kami masyarakat Nduga.Apalagi, merencanakan dan menyerang anggota TNI yang sudah tinggal bersama kami layaknya keluarga di Kampung/Distrik Mbuwa. Tidak sama sekali dan Tidak pernah ada.
2. Saya secara pribadi sangat menyesal kenapa pembantaian yang sangat tidak manusiawi ini terjadi di kampung saya. Saya yakin pembantaian sadis ini pasti ada alasannya. Alasannya bisa saja peristiwa masa lalu? Bisa saja para bos atau para pekerja jalan tidak bekerjasama? Atau ada faktor politis lainnya seperti ulasan Pak Paskalis Kossay.
3. Kepada pemerintah pusat lebih khusus kementerian PUPR dan para pengusaha dari Jakarta, apapun namanya pembangunan kalau itu untuk Orang Asli Papua (OAP) libatkan mereka atau berikan mereka (OAP) tanggungjawab untuk bangun daerah mereka.
Jangan sekali-kali bawa pekerja dari luar Papua dan biarkan mereka bekerja sendiri tanpa back- up support dari masyarakat lokal. Kasihan! Pekerja dari luar tentu saja, mereka sangat minim pengetahuan dan pengalaman akan budaya/bahasa masyarakat setempat; yang adalah salah satu faktor kunci sukses pembangunan di Tanah Papua.
4. Kepada anggota TNI/POLRI sebagai Institusi negara yang terlatih dan profesional. Dalam proses pengejaran/penyisiran atau upaya penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan yang adalah kelompok TPN/OPM bersenjata lengkap dan berorganisasi terpimpin dan terlama sejak integrasi 1969.
Saya meminta aparat TNI/POLRI tidak membabi buta dalam upaya pengejaran pelaku sebagai pelampiasan emosi kepada warga sipil di Nduga lebih khususnya warga saya di distrik Mbuwa, Yigi, Yal dan Mugi. Saya berharap tidak ada masyarakat sipil asli Papua yang terbunuh akibat peristiwa ini. Jika kemudian masyarakat lokal adalah korbannya maka TNI/POLRI sama saja dengan TPN/OPM, KKSB atau kalian semua pengacau dan pembunuh diatas Tanah Papua.
5. Kami sedang berduka cita yang sangat dalam atas peristiwa yang terjadi diluar dugaan kita semua. Jangan korbankan warga negara lagi dengan membuat kami duka lebih dalam lagi sepanjang generasi ke generasi di Nduga dan diatas Tanah Papua.
Saya tidak inginkan peristiwa buruk atau luka lama ketika operasi militer terjadi di Ndugama dan dipimpin oleh Letjen TNI Prabowo Subianto waktu itu atau pembantaian, pengeboman, dan penembakan ribuan warga pegunungan pada tahun 1977 di masa Bupati Dien terulang kembali kepada generasi saya yang baru lahir di wilayah Ndugama hari ini (setelah angkatan saya).
Harapan saya selama ini adalah dengan berjuang Pendidikan untuk adik- adik saya, agar mereka suatu saat menjadi generasi bangsa Indonesia yang akan memotong masa lalu yang pahit dan membawa masa depan lebih baik dengan pendidikan yang layak (better education).
Jika hari ini mereka (adik adik saya) tidur dihutan-hutan dan mengalami kondisi seperti dulu, saya yakin kami (suku Nduga) tidak punya masa depan karena konflik akan terus terjadi di wilayah kami sepanjang generasi. Terbukti, kemungkinan besar benih konflik hari ini adalah hasil dari konflik penyanderaan pada tahun1996.
Konflik dan kekerasan akan selalu melahirkan konflik dan kekerasan. Israel dan Palestina, kedua bangsa ini sejak ribuan tahun yang lalu semua generasi atau kelompok usia terlahir dengan karakter konflik sejak perjanjian lama (Alkitab) sampai hari ini.
Konflik dan kekerasan akan mewarisi konflik dan kekerasan kepada generasi ke generasi diatas Tanah Papua. Perbedaan Ideologi harus didialogkan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar pijakan membangun kepercayaan (Trust) dan harmoni antar sesama manusia Indonesia.
Ideologi tidak menyelamatkan kita masuk Surga sesuai ajaran 5 agama di Indonesia. Sama halnya, NKRI Harga Mati dan Papua Merdeka Harga Mati tidak ada jaminan di Surga sesuai ajaran 5 Agama di Indonesia. ( Adhi Teguh )

0 comments