Pakar Ungkap Alasan Suksesnya China Menyatukan 14 Faksi Palestina pada Deklarasi Beijing

IVOOX.id – Berbagai faksi Palestina telah sepakat untuk mengakhiri perpecahan mereka dan memperkuat persatuan dengan menandatangani Deklarasi Beijing pada Selasa (23/7/2024) di Tiongkok. Deklarasi ini dianggap sebagai langkah signifikan dalam perjuangan Palestina melawan konflik dengan Israel.
Direktur Sino-Nusantara Institute, Ahmad Syaifuddin Zuhri, yang juga Mahasiswa PhD Hubungan Internasional di Central China Normal University (CCNU), Wuhan, Tiongkok, mengatakan bahwa kesepakatan antara faksi Hamas dan Fatah yang dituangkan dalam Deklarasi Beijing untuk mengakhiri perpecahan pada Selasa (13/7/2024) merupakan titik balik penting dalam hubungan internal Palestina.
"Dua partai politik utama Palestina, Hamas dan Fatah, telah menjadi rival berat sejak konflik muncul pada 2006 setelah Hamas menguasai Gaza. Jalan damai ini memang membutuhkan perjalanan panjang dan berliku," kata Zuhri dalam diskusi public Majelis Kritis GSC yang dilakukan secara daring Jumat (26/7/2024).
Ia menambahkan bahwa upaya diplomasi China memainkan peran signifikan dalam mencapai kesepakatan ini. "Sebelumnya, upaya damai dua kelompok tersebut pernah terjadi pada 2011 dan 2017, tetapi tidak bertahan lama. China memiliki hubungan baik dengan Fatah dan Hamas, serta memiliki pengaruh terhadap keduanya," ujarnya.
China, menurut Zuhri, tidak hanya berhasil mempertemukan Palestina di satu meja perundingan, tetapi juga aktif di seluruh Timur Tengah dan di panggung konflik Palestina-Israel. "Pada 2023, China mencatat sejarah dengan mendamaikan Arab Saudi dan Iran, dua negara yang konflik panjangnya sangat mewarnai dinamika geopolitik kawasan. China memfasilitasi pertemuan Hamas dan Fatah sejak April lalu di Beijing. Mediasi, diplomasi, dan negosiasi penuh kesabaran dari China membuahkan hasil," katanya.
Zuhri juga menjelaskan kekuatan China yang memungkinkan mereka menjadi mediator yang efektif dalam konflik-konflik negara Muslim. "Kebangkitan China di dunia, mulai dari aspek ekonomi, sains, hingga pengaruh geopolitik, menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan oleh negara manapun. Peran China dalam perdamaian di Palestina dapat dilihat dari dua langkah bersamaan: mendamaikan urusan internal Palestina yang berkonflik dan secara bersamaan mengupayakan perdamaian Israel-Palestina dengan solusi dua negara melalui jalur diplomasi dunia," ujarnya.
China memainkan diplomasi bilateral ke negara-negara yang berkepentingan untuk perdamaian Israel-Palestina sekaligus diplomasi multilateral melalui forum organisasi internasional PBB atau dengan beberapa negara sekaligus. China aktif di forum PBB, salah satunya melawan veto AS dan sekutunya untuk penghentian dan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Zhuri menambahkan China juga secara bilateral melakukan diplomasi dengan negara-negara di kawasan dan negara mayoritas Muslim, termasuk Indonesia, untuk saling mendukung upaya damai Israel-Palestina dengan solusi dua negara. Sebagai negara besar, banyak negara yang ingin menjalin kerja sama dengan China, terutama di bidang ekonomi. Posisi ini sangat dibutuhkan, khususnya oleh negara-negara dunia ketiga demi kelangsungan ekonomi di internalnya. China memiliki sejarah panjang mendukung Gerakan Palestina merdeka sejak masa Mao Zedong.
China juga memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan Palestina secara bersamaan. Dengan hubungan diplomatik ini, China memaksimalkan kekuatannya untuk bernegosiasi secara langsung. Pengaruh besar China di tingkat global menjadikannya kekuatan yang sangat disegani oleh negara manapun. Pengaruh ini berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan militer dan politik. Kebijakan luar negeri China didasarkan pada nilai-nilai filosofis ribuan tahun negara tersebut. Kebangkitan China sekaligus hidup berdampingan secara damai dengan negara sekitar. China berprinsip pada diplomasi global yang kooperatif, mendorong dialog dibandingkan konfrontasi.
Menurut Zuhri, Pendekatan konstruktivisme dalam diplomasi China, yang berfokus pada norma dan identitas nasional, berbeda dengan pendekatan Amerika Serikat dalam menangani situasi keamanan di kawasan. China mampu mendinginkan suasana tanpa harus kehilangan muka, dan norma cooperative security merepresentasikan identitas China sebagai negara besar yang bertanggung jawab dalam masalah internasional.

0 comments