Orasi Ilmiah Sidang Terbuka Doktor di Unpad, Mentrans Sebut Medsos Bukan Saluran Utama dalam Komunikasi Politik | IVoox Indonesia

July 17, 2025

Orasi Ilmiah Sidang Terbuka Doktor di Unpad, Mentrans Sebut Medsos Bukan Saluran Utama dalam Komunikasi Politik

Menteri Transmigrasi (Mentrans) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara
Menteri Transmigrasi (Mentrans) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara memberikan orasi ilmiah sidang terbuka dari penelitiannya untuk gelar doktor di Universitas Padjajaran Bandung, Jumat (11/7/2025). (ANTARA/Ricky Prayoga)

IVOOX.id – Menteri Transmigrasi (Mentrans) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam orasi ilmiah pada sidang terbuka dari penelitiannya untuk gelar doktor di Universitas Padjajaran Bandung, menyinggung bahwa media sosial tidak bisa berdiri sendiri dalam komunikasi politik.

Dalam penelitian berjudul "Eklektisisme Perilaku Memilih dalam Pilpres 2024: Analisis Multidimensi atas Pengaruh Karakteristik Sosial, Rasionalitas Politik dan Dinamika Utilitas Maksimal dalam Pembentukan Preferensi Elektoral di Indonesia", Iftitah mengatakan bahwa meski media sosial jadi kanal dominan dalam keseharian, namun bukan faktor utama dalam komunikasi politik, karena ujung yang menentukan preferensi politik adalah elektabilitas.

"Dalam komunikasi politik, meskipun media sosial menjadi kanal dominan dalam kehidupan sehari-hari pemilih, pengaruhnya terhadap preferensi politik tidak sekuat yang diperkirakan," kata Iftitah di Kampus Unpad Dago Bandung, Jumat (11/7/2025), dikutip dari Antara.

Hal ini, kata Iftitah, bisa disebabkan oleh kelebihan informasi, bias algoritma dan rendahnya kepercayaan terhadap isi konten dari media sosial. "Akibatnya membuat pemilih kembali mengandalkan jaringan sosial dan media konvensional untuk validasi," ujarnya.

Sebaliknya, lanjut dia, dalam konteks komunikasi politik, peran media masih ambivalen, karena televisi, radio, media seluler, sampai media tradisional, masih menjadi sumber utama informasi bagi pemilih, terutama di wilayah pedesaan.

"Media ini efektif menjangkau segmen pemilih yang lebih konservatif dan kurang tersambung secara digital," ucapnya dalam acara yang juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu.

Ditemui selepas orasi ilmiah, Iftitah menegaskan pengaruh sosial media, khususnya terhadap elektabilitas, dari penelitiannya, ternyata bukan faktor satu-satunya dan bukan pula faktor yang dominan terhadap preferensi politik.

"Sosial media tentu penting, tapi tidak bisa berdiri sendiri," katanya.

Meski demikian, dia menilai sosial media tidak bisa dinafikan menjadi salah satu akselerator yang mendorong preferensi politik masyarakat, terutama pada generasi Z dan generasi alfa ke depannya.

"Program harus dikemas dalam konten-konten menarik agar bisa mengena di hati pemilih," katanya.

Di lokasi yang sama, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan rasa bangganya atas raihan doktor dengan nilai baik oleh Iftitah yang ternyata juga merupakan rekannya semasa di Akademi Militer.

Agus menilai disertasi yang disampaikan oleh Iftitah yaitu analisis terhadap Pemilihan Presiden 2024 dengan membahas perilaku pemilih yang dihadapkan pada realitas politik yang memadukan antara pilihan rasional dan emosional, antara hati dan pikiran, sangat relevan dan bisa memberi kontribusi penting.

"Ini adalah dinamika dan tantangan dalam demokrasi dan politik Indonesia. Kita sebagai pencinta demokrasi tentu ingin melihat demokrasi kita semakin matang, dan kehidupan politik yang semakin produktif. Teori-teori yang didapatkan perlu diaplikasikan pada realitas lapangan dan semoga menjadi kontribusi baik secara teoritis untuk memperkaya literatur politik, maupun secara praktis," kata Agus, dikutip dari Antara.

Dalam penelitiannya, Iftitah menekankan bahwa "Kampanye media, politik uang, dan distribusi logistik atau imbalan memiliki pengaruh signifikan terhadap pembentukan preferensi pemilih dalam Pilpres 2024", menunjukkan pengaruh yang cukup beragam.

Penelitian ini mengonfirmasi bahwa eklektisisme perilaku memilih di Indonesia menjadi karakteristik utama dalam demokrasi pasca reformasi, termasuk di Pilpres 2024, yang merupakan respons terhadap dinamika politik yang sangat cair, ketidakpastian ekonomi, serta ketegangan antara modernisasi dan konservatisme kultural.

Dalam situasi ini, pemilih Indonesia menunjukkan fleksibilitas berpikir politik yang tidak bisa dipetakan secara biner, antara ideologis atau transaksional, antara identitas atau rasionalitas, melainkan bergerak di antara keduanya, tergantung konteks, pengalaman sosial, dan narasi yang dominan saat kampanye.

Dalam studi ini, dia menyimpulkan bahwa preferensi pemilih dalam Pilpres 2024 dibentuk oleh hibriditas kognitif dan sosial, di mana teori sosiologis, psiko-sosial, dan rational choice bukan bersaing, tetapi saling melengkapi satu sama lain.

"Temuan penelitian ini memberikan pesan penting kepada penelitian selanjutnya, agar pemahaman atas perilaku elektoral di Indonesia harus dibangun dari perspektif interdisipliner yang mengakui sifat eklektik, adaptif, dan situasional dari pemilih, terutama di tengah transformasi teknologi, fragmentasi media, dan pluralitas nilai dalam masyarakat demokratis yang sedang berkembang. Perilaku memilih bukanlah produk dari preferensi statis, melainkan hasil dari interaksi dinamis antara konteks, kalkulasi, dan relasi sosial," tuturnya.

0 comments

    Leave a Reply