Ombudsman Temukan Pemalsuan Dokumen Kependudukan dalam Proses PPDB di Yogyakarta | IVoox Indonesia

May 6, 2025

Ombudsman Temukan Pemalsuan Dokumen Kependudukan dalam Proses PPDB di Yogyakarta

WhatsApp Image 2024-07-06 at 10 08 21
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais dalam Konferensi pers Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais terkait temuan sementara perihal persoalan PPDB tahun ajaran 2024 di Kantor Ombudsman, Jumat (5/7/2024). IVOOX.ID/tangkapan layar youtube Ombudsman RI

IVOOX.id - Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya pemalsuan dokumen administrasi kependudukan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dokumen yang dipalsukan tersebut adalah kartu keluarga (KK).

Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan bahwa manipulasi dokumen terjadi melalui jalur zonasi di Yogyakarta. Menurutnya, masalah ini sama seperti yang terjadi pada tahun lalu.

"Masih banyak yang menitipkan anak di kartu keluarga (KK) dengan status famili lain. Ada pula yang memalsukan KK," ujar Indraza, Jumat (5/7/2024).

Selain itu, Indraza juga menemukan adanya penyalahgunaan jalur afirmasi pada PPDB Bali dengan menambah jumlah SMA “fiktif”. Dinas Pendidikan Bali sengaja menambah daya tampung SMA, sementara bangunan sekolahnya belum ada sehingga memicu permasalahan.

"Jadi, mereka menumpangkan dengan SMA-SMA lain. Itu menjadi protes bagi asosiasi SMA swasta. 'Kenapa enggak kami yang dirangkul? Kenapa harus buat sekolah tambahan seperti itu?' Yang akhirnya diselesaikan oleh dinas, antara dinas dan asosiasi sekolah swasta," kata Indraza.

Di wilayah lain, Ombudsman juga menemukan permasalahan adanya diskriminasi dalam proses PPDB. Di Riau ditemukan adanya sekolah yang hanya menerima anak-anak dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kemudian di NTB ditemukan diskriminasi jalur prestasi bagi agama tertentu, di mana hanya nilai-nilai pendidikan keagamaan Islam yang dinilai.

Sementara di Maluku Utara, Ombudsman menemukan penambahan rombongan belajar dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium menjadi ruang kelas. Ombudsman menilai penambahan rombongan belajar tersebut melanggar Keputusan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyatakan bahwa penambahan rombongan belajar hanya boleh dalam kondisi khusus, misalnya ketika tidak ada lagi sekolah di daerah tersebut.

"Padahal, sebenarnya sudah dijelaskan dalam Keputusan Sekjen Kemendikbudristek bahwa penambahan rombel (rombongan belajar) itu hanya boleh dalam kondisi khusus. Misalnya, sudah tidak ada lagi sekolah di daerah tersebut, tetapi banyak beberapa daerah melakukan penambahan rombel di luar aturan yang sudah ditetapkan," ujar Indraza.

Ombudsman menekankan pentingnya pengawasan dan penegakan aturan dalam pelaksanaan PPDB untuk memastikan keadilan dan integritas dalam sistem pendidikan.

0 comments

    Leave a Reply