April 27, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

MUI: Jangan Ada Klaim Mewakili Umat Islam

IVOOX.id, Jakarta - Meskipun pilihan politik dapat berbeda, kebersamaan dalam ukhuwah Islamiyah harus tetap terjaga. Umat Islam di Indonesia tidak saling menyalahkan pihak lain yang memiliki pandangan politik berbeda.

Demikian diserukan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin (6/8). Majelis juga menegaskan, agar tidak ada pihak yang mengklaim pendapat suatu kelompok mewakili umat Islam karena umat Islam di Indonesia jumlahnya sangat besar dan tersebar di berbagai partai politik.

"Jangan sampai perbedaan aspirasi, kepentingan termasuk calon dalam pilpres kemudian membawa rusak ukhuwah Islamiyah," kata Ketua Dewan Pertimbangan (Watim MUI) Din Syamsuddin, usai rapat pleno ke-29 Dewan Pertimbangan MUI bersama Wapres Jusuf Kalla di Kantor MUI, Jakarta, Senin.

Umat Islam jangan terjebak pada pandangan dikotomis yang kemudian muncul dalam klaim inilah jalan keislaman. Ia meminta tak ada yang mengklaim pemilik kebenaran, atau  inilah jalan yang harus ditempuh satu-satunya. “Sementara jalan politik itu jalan yang terbuka yang bisa diisi dengan ruh Islam, semangat Islam," katanya.

Di kesempatan sama, Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa situasi politik jelang Pileg dan Pilpres 2019 cenderung terkendali. Menurut dia, suhu politik hanya tampak memanas di media sosial saja.  "Panasnya di udara saja, artinya di media sosial. Kalau di kalangan masyarakat, aman saja. Pengalaman Pilkada, Pemilu sebelumnya, aman saja. Adem. Tidak ada masalah," katanya.

Ingatkan Belum Kampanye

Terkait politik, majelis juga sebelumnya mengimbau kepada masyarakat agar menghentikan melakukan gerakan "#2019 Ganti Presiden/Ganti Jokowi" maupun "#2019 Tetap Jokowi/Jokowi 2 Periode". Kedua tanda tagar itu tak layak diserukan, mengingat kini belum saatnya kampanye pemilihan umum untuk memilih pemimpin tertinggi di negeri ini.

MUI mengakui bahwa gerakan tersebut merupakan suatu kebebasan dalam berdemokrasi. Karena MUI tidak melarang, melainkan mengimbau.

"Karena ini belum waktunya kampanye, hentikan deklarasi 'ganti Jokowi' maupun 'tetap Jokowi'. Jadi dua-duanya, bukan hanya satu (ganti presiden)," ucap Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Pusat Cholil Nafis, disela-sela halaqah menjawab problematika dakwah yang diadakan MUI Sulawesi Tengah (Sulteng) di IAIN Kota Palu, Minggu.

Seruan ini dinyatakan, karena ada kekhawatiran tanda tagar itu menimbulkan kekacauan, ketersinggungan, melahirkan berbagai persepsi yang menimbulkan instabilitas. "Kalau kita bicara demokrasi, ya semua boleh. Tetapi kan ada fase yang disepakati oleh kita. Itu di atasnya soal aturan, etika itu ada di atasnya soal aturan. Karena itu MUI tidak melarang, kalau melarang MUI tidak punya hak," ujar Cholil Nafis.

Dia menguraikan, soal keinginan menghentikan, pengusung harus memberi calon alternatif yang lebih baik. "Maka yang kita lakukan bukan hentikan, tetapi mengajukan ini calon yang lebih baik, orangnya lebih cerdas, lebih bermoral dan punya program yang lebih baik. Tapi kalau ganti-ganti tidak ada yang lebih baik, kan enggak kena juga," urai Cholil, dikutip dari Antara.

Jelang masa pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2019-2024, memang suhu politik di Indonesia semakin meningkat. Sikap elit politik dan partai politik diharapkan bisa mendinginkan suhu, dan bukan malah memperpanas. Diyakini, semua elite politik, apalagi capres dan cawapres bisa menjadi teladan bagi para pendukungnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dan Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko dalam kesempatan berbeda, pekan lalu mengungkapkan ini, senada.

Keduanya  mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar yang paling demokratis di dunia. Indonesia, kata Titi, bahkan nomor urut ketiga paling demokratis di dunia dan sudah patut menjadi contoh bagi negara lain. Karenanya, ia yakin tidak akan ada konflik horizontal di Indonesia terkait Pemilu di 2019.

Namun demikian, ia mengakui ada kubu-kubu politik yang sangat jelas di masyarakat.  Tetapi, sejauh ini, demokrasi di Indonesia bisa dibilang sudah cukup matang. Karena tidak ada konflik horizontal yang muncul, meski persaingan antara masing-masing kubu politik terjadi cukup ketat. Sewaktu mewakili Presiden Joko Widodo di ajang Open Government Partnership (OGP) Global Summit di Georgia, beberapa waktu lalu, Moeldoko bercerita tentang keberhasilan Indonesia menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 171 wilayah secara serentak.

“Mereka terheran-heran, Indonesia sebagai negara yang sangat besar dan sangat plural, baru saja selesai Pilkada Serentak 2018 di daerah sebanyak itu,” kata Moeldoko yang optimistis Indonesia bisa jadi contoh akan matangnya berdemokrasi.

0 comments

    Leave a Reply