Mufti Anam Ungkap Sejumlah Kasus di PT Telkom, dari Praktik Mafia Kartu Halo hingga Investasi di GOTO

IVOOX.id – Sejumlah anggota Komisi VI DPR RI menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja dan kebijakan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dalam Rapat Dengar Pendapat bersama jajaran direksi perusahaan tersebut di Kompleks Parlemen, Senayan. Mulai dari perlindungan konsumen hingga kerja sama internasional, para anggota DPR meminta klarifikasi dan tindakan konkret dari Telkom.
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam, mengangkat persoalan hilangnya kuota internet setelah masa aktif habis yang banyak dikeluhkan masyarakat. Ia menilai kebijakan tersebut merugikan konsumen dan tidak sesuai dengan praktik perlindungan pelanggan di negara lain.
"Kenapa Telkom bisa dengan mudahnya ketika masa aktif habis, kuotanya pun turut hangus? Apakah ini tidak bisa dihapuskan atau di-roll over ke periode berikutnya?" kata Mufti dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Kamis (3/7/2025).
Mufti juga mendesak Telkom untuk melaporkan hasil audit atas dugaan praktik mafia penjualan kartu Halo serta investasi Telkomsel di GOTO yang disebutnya menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp 7,2 triliun. Ia juga menyinggung dugaan proyek fiktif senilai Rp 431 miliar di Telkom yang sedang dalam proses penyelidikan oleh KPK dan BPK.
"Telkomsel harus ambil langkah cepat untuk mengatasi kerugian yang semakin besar. Perlu didalami siapa yang bertanggung jawab dan apa konsekuensi bagi pihak yang terlibat," tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu. Ia meminta ada kejelasan mengenai penyelesaian dalam waktu 100 hari kerja.
Dalam rapat yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyampaikan kekhawatirannya atas kerja sama antara Telkomsat dan Starlink. Ia menilai kerja sama yang berlangsung sejak 2021 itu bisa melemahkan kedaulatan komunikasi nasional, apalagi mengingat sensitifnya pengelolaan infrastruktur telekomunikasi dalam situasi darurat dan keamanan.
"Ini menjadi catatan penting untuk segera mengevaluasi keberadaan Starlink karena sudah terjadi indikasi kuat di beberapa negara bahwa negara kehilangan kontrol langsung atas infrastruktur komunikasi," ujarnya.
Rieke juga menyoroti soal pemberian Hak Labuh Satelit, yang menurutnya telah dimanfaatkan oleh Starlink tanpa kesetaraan dengan penyedia layanan dalam negeri. Ia menyebut nilai investasi sebesar Rp30 miliar tidak sebanding dengan risiko strategis yang ditimbulkan.
"Provider domestik tidak semudah itu mendapatkan akses, apalagi tanpa memenuhi persyaratan ketat. Maka kami mendesak evaluasi menyeluruh atas kerja sama ini," ujarnya.

0 comments