MK Sebagian Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja Dikabulkan, MK Minta Pemerintah Buat UU Ketenagakerjaan Baru | IVoox Indonesia

May 15, 2025

MK Sebagian Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja Dikabulkan, MK Minta Pemerintah Buat UU Ketenagakerjaan Baru

Suasana sidang pengucapan putusan uji materi UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi
Suasana sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/10/2024). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

IVOOX.id – Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (31/10/2024), dikutip dari Antara.

MK setidaknya mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang dimohonkan oleh Partai Buruh. Sementara itu, satu pasal yang dimohonkan tidak dapat diterima, sedangkan permohonan selain dan selebihnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.

Adapun, pokok permohonan yang dikabulkan MK tersebut berkenaan dengan norma Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4; Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12; Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13; Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18; Pasal 79 ayat (2) huruf b dan Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25; Pasal 88 ayat (1), Pasal 88 ayat (2), serta Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27;

Kemudian, Pasal 88C, Pasal 88D ayat (2), Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28; Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31; Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33; Pasal, 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36; Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39; Pasal 151 ayat (3) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40; Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49; dan Pasal 156 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja.

Sementara itu, satu pokok permohonan yang tidak dapat diterima adalah berkenaan dengan norma Pasal 156 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja. MK tidak dapat menerima karena pokok permohonan terkait pasal dimaksud bersifat prematur.

Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Para pemohon mengajukan 71 poin petitum yang terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).

UU Ketenagakerjaan Baru

Dalam putusan tersebut, MK juga memberi waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.

“Dengan UU baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi atau substansi UU ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan,” ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (31/10/2024), dikutip dari Antara.

Substansi UU ketenagakerjaan yang baru, perintah MK, mesti menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan MK yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

“Dengan cara mengaturnya dalam undang-undang tersendiri dan terpisah dari UU Nomor 6 Tahun 2023 (tentang Cipta Kerja), UU ketenagakerjaan akan menjadi lebih mudah dipahami,” ucap Enny.

MK menjelaskan, pembuatan UU ketenagakerjaan yang baru diperlukan karena UU Ketenagakerjaan yang lama sudah tidak utuh. Pasalnya, sebagian materi atau substansi UU Ketenagakerjaan telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam perkara uji materi terdahulu.

Selain itu, secara faktual, UU Ketenagakerjaan telah diubah dengan UU Cipta Kerja. Akan tetapi, menurut MK, tidak semua materi atau substansi UU Ketenagakerjaan diubah oleh pembentuk undang-undang.

Artinya, hal-hal mengenai ketenagakerjaan pada saat ini diatur dalam dua undang-undang, yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

“Berkenaan dengan fakta tersebut, dalam batas penalaran yang wajar, terbuka kemungkinan adanya materi atau substansi di antara kedua undang-undang a quo tidak sinkron atau tidak harmonis antara yang satu dengan yang lainnya,” ucap Enny.

Menurut MK, tumpang tindih norma yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja akan mengancam perlindungan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi pekerja maupun pemberi kerja.

“Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan atau diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan,” kata Enny.

0 comments

    Leave a Reply