Migrant CARE Desak Negara Hentikan Komodifikasi PMI | IVoox Indonesia

December 22, 2025

Migrant CARE Desak Negara Hentikan Komodifikasi PMI

pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang akan diselundupkan ke Malaysia
Tim Subdit Patroli Air Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri mengevakuasi pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang akan diselundupkan ke Malaysia di Perairan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Rabu (24/9/2025). (ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)

IVOOX.id – Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, menegaskan bahwa negara harus segera menghentikan praktik komodifikasi pekerja migran dan mengedepankan perlindungan paripurna bagi seluruh migran Indonesia (PMI) beserta keluarganya. Pernyataannya menjadi refleksi pada peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia yang jatuh setiap 18 Desember atas situasi pekerja migran yang dinilai masih jauh dari kata aman dan bermartabat. 

Hari Pekerja Migran Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak diadopsinya Konvensi Internasional tentang Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya pada 18 Desember 1990. Tahun ini, peringatan tersebut mengusung tema “My Great Story: Cultures and Development” yang menekankan kontribusi besar migrasi pekerja terhadap pembangunan ekonomi global, peningkatan kualitas hidup, serta penguatan hubungan antar komunitas lintas negara.

Namun, Wahyu mengingatkan bahwa kontribusi tersebut kerap dibayar mahal oleh penderitaan pekerja migran ketika migrasi dikelola secara serampangan. “Migrasi yang buruk tata kelolanya justru melahirkan penderitaan kemanusiaan, perbudakan modern, hingga perdagangan orang yang mengancam nyawa pekerja migran,” ujar Wahyu Susilo dalam keterangannya.

Dalam konteks Indonesia, tema tersebut dinilai relevan untuk mengkritisi orientasi kebijakan pemerintah yang dinilai lebih menekankan pada target pengiriman tenaga kerja demi mengejar remitansi. Wahyu menyoroti ambisi pemerintah mengirim hingga 500 ribu pekerja migran setiap tahun, di tengah kondisi global yang tidak stabil. “Pekerja migran jangan diperlakukan sebagai sapi perah pembangunan. Yang utama adalah keselamatan hak hidup dan martabat mereka,” ujarnya.

Menurut Wahyu, situasi pekerja migran Indonesia sepanjang 2025 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Berbagai kasus kematian PMI di luar negeri terus bermunculan, mulai dari penembakan di Selat Malaka, korban perdagangan orang di kamp scammer di Kamboja, Laos, dan Myanmar, hingga kematian awak kapal perikanan yang jenazahnya dilarung di laut. Tragedi kebakaran apartemen Tai Po di Hong Kong yang menewaskan sembilan pekerja rumah tangga migran Indonesia juga disebut masih menyisakan trauma mendalam.

“Kematian pekerja migran sering kali hanya dipandang sebagai angka statistik, bukan tragedi kemanusiaan yang menuntut keadilan,” kata Wahyu.

Ia juga mengkritik kinerja Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang dinilai lebih sibuk pada urusan seremonial dan perekrutan ketimbang pembenahan perlindungan. Hingga kini, Indonesia disebut belum memiliki peta jalan tata kelola migrasi tenaga kerja internasional berbasis hak asasi manusia, meski kerap mengklaim diri sebagai negara pelopor Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration.

Melalui peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia 2025, Migrant CARE bersama komunitas DESBUMI mendesak pemerintah dan DPR untuk serius merevisi UU Nomor 18 Tahun 2017 agar sejalan dengan konvensi internasional, menuntaskan kasus-kasus pelanggaran terhadap PMI, serta menghentikan kriminalisasi korban perdagangan orang. “Negara wajib hadir melindungi, bukan justru membiarkan atau menyalahkan korban,” kata Wahyu Susilo.

0 comments

    Leave a Reply