Merajut Nusantara secara Digital

IVOOX.id, Jakarta - Menyatukan Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke bukanlah perkara mudah. Ada lebih dari 10.000 pulau terbentang, yang harus terkoneksi agar tersambung satu sama lain.
Namun, hal itu mungkin hanya bisa dilakukan apabila Indonesia terkoneksi secara digital. Sebab, koneksi internet nyatanya amat dibutuhkan mereka yang tinggal di wilayah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar) Indonesia.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika mengemban tugas menyediakan sinyal selular dan internet di wilayah-wilayah 3T tersebut.
Saifudin, salah satu nelayan di wilayah Sabang, Aceh, mengatakan, koneksi internet amat penting bagi kegiatannya sebagai pencari ikan di laut. Tanpa koneksi internet, kadang ia tidak bisa melaut. Sebab, akses sistem penunjuk arah atau posisi (GPS) pun akan hilang.
"Pelaut itu memang komunikasi adalah hal yang utama. Memang tidak bisa komunikasi tidak ada HP (telepon seluler) dan tidak bisa melaut tidak ada GPS tidak bisa pulang," ungkap Saifudin, dalam tayangan Eagle Award di Metro TV dengan tema 'Merajut Indonesia secara Digital', belum lama ini.
Selain itu, Saifudin mengatakan, jalinan komunikasi terus harus tersabung. Bahkan, setelah melaut, dia akan langsung menghubungi calon pembeli untuk menanyakan harga jual ikan pada saat itu juga.
"Kan selalu berubah, misalnya hari ini Rp25 ribu, besok bisa jadi Rp20 ribu atau hingga Rp30 ribu per kilo(gram). Ini harus ditanyakan lewat sambungan telepon," kata dia.
Untungnya, saat ini sinyal untuk telepon dengan internet sudah terkoneksi. Jaringannya pun sudah bagus. Sebab, jaringan ini bukan untuk kebutuhan warga setempat saja, tetapi juga bagi para pelancong yang membutuhkan koneksi internet.
"Ke depan kami berharap semoga pemerintah pusat atau pemerintah daerah segera menambah beberapa titik lagi, biar sinyalnya lebih bagus, ya kan. Jadi ke lautnya, kami tidak ragu lagi," kata dia.
Harapan terbaik akan koneksi internet baik juga diutarakan seorang guru SD Negeri Pulau Miangas, Sulawesi Utara, Stin Rellam. Hidup di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipina, ia amat berharap pemerintah menambah akses internet agar para guru di Kabupaten Miangas seperti dirinya bisa tetap berinovasi di masa pandemi seperti saat ini.
"Selama covid-19 ini kami selalu ketuk rumah-rumah murid untuk materi seni budaya dan prakarya (SBDP). Meskipun jadi beban, tetapi karena sumpah saya sebagai pendidik, saya siap melaksanakan tugas demi masa depan anak-anak," jelas Stin.
Menurut dia, dalam kondisi pandemi seperti saat ini anak-anak Indonesia harus tetap produktif untuk melakukan hal positif, kreatif, dan inovatif mengasah kecerdasan dan mengenalkan dunia digital pada anak sedini mungkin. Hal ini merupakan investasi yang baik di masa depan.
"Kini lebih dari 9.000 desa terpencil dan terluar di Indonesia memiliki kesempatan yang sama dengan wilayah lainnya untuk mengakses komunikasi dan internet, termasuk kami yang mulai menggunakan sebagai akses belajar," jelas dia.
Edwan, seorang manajer hotel di Kabupaten Rote, Nusa Tenggara Timur, menyampaikan bahwa sebelum ada koneksi internet di wilayahnya, dia hanya mampu mengandalkan perkiraan saat ada tamu hotel yang hendak menginap. Sebab, saat itu komunikasi pun terasa sulit.
Namun, makin ke sini, dengan adanya teknologi digital, perkiraan tiba para tamu pun bisa diprediksi dengan baik. Sehingga, persiapan penyambutan hingga layanan hotel juga kian baik. Selain itu, kata dia, koneksi internet membuat pekerjaannya kini semakin mudah.
"Pernah ada seorang tamu datang mau bayar hotel pakai kartu kredit. Tapi kondisinya sedang ada pemadaman listrik, akhirnya itu bisa diatasi dengan cepat karena ada mobile banking secara digital," lanjut dia.
Perbaikan layanan digital
Layanan RSUD Merauke pun saat ini sudah terdigitalisasi. Sistem rujukan pasien dari sistem BPJS Kesehatan semakin tertata.
Staf RSUD Merauke, Johannes Ronald, mengatakan, sistem digitalisasi sistem RSUD Merauke ini berawal dari keluhan masyarakat terhadap lamanya antrean di loket manual. Namun, saat ini antrean jauh lebih baik daripada sebelum ada digitalisasi sistem pelayanan rumah sakit.
"Sekarang sudah lebih berkurang jauh dari awalnya pendaftaran secara manual," terang Ronald.
Fungsinya digitalisasi sistem layanan RSUD bukan hanya soal antrean. Namun, masyarakat setempat juga bisa mengecek sistem rujukan mereka, bahkan mengecek ketersediaan ruang rawat inap.
"Jadi kini sudah tidak ada lagi yang nginap di IGD, apalagi tempat itu kan bukan tempat rawat inap," kata dia.
Dokter Perbatasan Sota, Inra Sari Mariyani, mengatakan, saat ini layanan akses 3G sudah sangat mumpuni. Dengan adanya program dari BPJS, sistem rujukan online saat membutuhkan layanan itu.
"Jadi untuk rujukan online terutama rujukan yang poli(klinik) itu memang memerlukan akses internet Jadi kami pakai untuk terutama mengantre," kata dia.
Selain itu, dia mengaku cukup mendapatkan akses wifi yang gratis. Ini dipakai untuk memasukkan data atau pelayanan BPJS karena sistem itu kini online dan harus diinput secara daring pula.

0 comments