Menuju Model Pembayaran Nontunai Biometrik

IVOOX.id - Di grup WA yang hanya terdiri dari teman-teman dari Bank Indonesia Institute, saya mengusulkan suatu model pembayaran baru yang mungkin akan cocok dengan perkembangan di masa depan yang diwarnai sifat serba cepat, tapi harus tepat dan akurat.
Gagasan awal saya terpantik diskusi di grup yang sama, Pak Qori salah satu peneliti BI yang tergolong sangat progresif dan inovatif pernah melontarkan keinginan untuk melakukan proses penelitian tentang proses pembayaran hanya dengan metoda face recognition saja.
Sangat menarik bukan?
Pikiran saya jadi melayang ke awang-awang dan berbagai gagasan langsung terbayang. Gawat memang, karena seolah berbagai kondisi di masa yang akan datang mendadak terbentang, bak layar yang tetiba mengembang.
Gagasan kecil itu sebenarnya sederhana saja, bagaimana jika kita menumpangkan sistem validasi pembayaran berbasis data biometrik wajah sebagaimana telah digunakan KAI di boarding gate dengan data biometrik terverifikasi NIK di sistem Dukcapil resmi negara, di sistem pembayaran nontunai QRIS yang telah berjalan selama ini?
Dimana QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) adalah standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code menjadi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya.
QRIS bukanlah aplikasi baru, melainkan sebuah standar nasional QR Code yang diwajibkan bagi seluruh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang menggunakan QR.
Sebelum terstandarisasi dengan QRIS, aplikasi pembayaran hanya dapat melakukan pembayaran pada merchant yang memiliki akun dari PJSP yang sama karena QR code yang digunakan tidak terstandarisasi.
Saat ini, dengan adanya standar QRIS, seluruh aplikasi pembayaran dari PJSP apapun dapat melakukan pembayaran menggunakan QR code di seluruh merchant meskipun PJSP yang digunakan berbeda.
Selain itu, standar QRIS juga memudahkan merchant dalam menerima pembayaran dari aplikasi apapun hanya dengan membuka akun pada salah satu PJSP penyelenggara QRIS. Merchant yang sudah memiliki banyak QR code dari berbagai PJSP juga akan dimudahkan karena seluruh akun yang dimilikinya dapat menerima pembayaran hanya dengan satu QR code QRIS.
QR Code yang digunakan dalam standar QRIS untuk proses pembayaran non tunai adalah sebuah kode matriks 2 (dua) dimensi, terdiri atas penanda tiga pola persegi pada sudut kiri bawah, sudut kiri atas dan sudut kanan atas, memiliki modul hitam berupa persegi, titik atau piksel, dan memiliki kemampuan menyimpan data alfanumerik, karakter dan simbol.
Dalam sistem pembayaran, QR code adalah pengembangan teknologi yang membantu perangkat dalam mengirim sejumlah data agar kegiatan yang dilakukan bisa terlaksana dengan cepat, efisien, dan simpel khususnya dalam transaksi pembayaran.
Adapun secara regulasi penggunaan QRIS sebagai standar model pembayaran berbasis QR code diatur oleh berbagai peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral yang memiliki otoritas untuk mengatur berbagaj model pembayaran di tanah air.
Regulasi terkait QRIS itu antara lain Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran; dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran.
Dalam pelaksanaannya, secara teknis QRIS mengakomodir 2 model penggunaan QR Code, yaitu model pembayaran Merchant Presented Mode (MPM) dan Customer Presented Mode (CPM).
Pihak-pihak dalam pemrosesan transaksi QRIS terdiri atas Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), Lembaga Switching, Merchant Aggregator, dan pengelola National Merchant Repository.
Dimana yang dapat melakukan pemrosesan transaksi QRIS adalah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang termasuk dalam kelompok Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Front End seperti Penerbit dan/atau acquirer.
PJSP dan Lembaga Switching yang melaksanakan kegiatan pemrosesan Transaksi QRIS wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
Saat ini nilai transaksi melalui model pembayaran non tunai QRIS telah mencapai 229, 96 triliun rupiah di sepanjang 2023 (Warjiyo P, 2024).
Penggunanya per 2023 telah mencapai 45,78 juta dengan jumlah merchant yang bermitra sebanyak 30,41 juta.
Gagasan sederhana hari ini adalah dengan memanfaatkan data biometrik wajah yang telah tersedia di Kementerian Dalam Negeri RI dan telah disinkronisasi dengan Nomor Induk Kependudukan atau NIK, untuk memverifikasi transaksi pembayaran dengan memanfaatkan fitur Customer Presented Mode atau CPM, dimana pada transaksi QRIS, pelanggan akan memasukkan jumlah yang akan dibayarkan sesuai dengan kesepakatan transaksi, dan sistem akan meng-generate kode QR khusus untuk discan merchant.
Pada konsep pemanfaatan metoda face recognition yang sedang coba kami kembangkan, transaksi berupa pendebetan dana di rekening dapat dilakukan dengan hanya memindai wajah kita saja.
Tentu saja banyak pekerjaan rumah terkait aspek keamanan dan kesiapan sistem untuk menerima konsep baru ini, termasuk technology maturity index dari ekosistem pembayaran yang harus menjangkau berbagai area dan sektor.
Tetapi keuntungannya pun tampaknya akan setara dengan effort yang diperlukan. Transaksi akan menjadi jauh lebih praktis, efektif, efisien, dan tentu saja aman.
Mengapa? Karena pelanggan tidak perlu lagi membawa apa-apa saat bepergian atau berbelanja. Sensasinya persis seperti ketika kita akan bepergian dengan kereta api dan tak perlu lagi cetak tiket dan menyiapkan identitas diri di pintu keberangkatan yang amat menghemat waktu dan meningkatkan kenyamanan pengguna jasa.
Dan tentu saja transaksi akan lebih aman? Mengapa? Karena identifikasi biometrik yang terintegrasi dengan sistem catatan kependudukan nasional, akan dapat mencegah terjadinya fraud, ataupun dapat digunakan dalam konteks investigatif terkait tindak pidana tertentu dan juga aktivitas terorisme.
Dalam konteks makro di ranah fiskal, sistem cerdas berwujud model pembayaran non tunai berbasis biometrik ini juga akan berjalan selaras dan menjadi komplementasi penting bagi sistem informasi perpajakan baru yang dikenal sebagai SIAP (Sistem Inti Administrasi Perpajakan) Indonesia, yang dalam bahasa Inggrisnya dinamai Core Tax Administratio System atau CTAS.
SIAP memiliki lapisan-lapisan teknologi yang kompleks dan fitur-fitur yang canggih. Mulai dari fitur pelaporan (saat ini kita kenal dengan e-filing) yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara elektronik, hingga sistem integrasi perpajakan yang menghubungkan seluruh proses administrasi perpajakan dalam satu rangkaian yang terintegrasi.
Transaksi dengan model pembayaran non tunai biometrik yang terintegrasi dengan SIAP akan memudahkan berbagai proses perpajakan yang dapat menguntungkan semua pihak seperti merchant sebagai wajib pajak dan institusi pajak yang berwenang untuk mengelola prossa administrasi perpajakan.
Dengan demikian efektifitas intensifikasi potensi perpajakan akan dapat ditingkatkan, seiring dengan kemudahan dan kepraktisan yang akan dirasakan oleh wajib pajak yang tak lagi direpotkan dengan proses mencari dan mengumpulkan invoice misalnya.
Demikianlah sekilas gambaran kasar tentang sebuah gagasan yang masih akan kami coba tuangkan dalam konsep-konsep awal penelitian. Semoga prosesnya dapat menghasilkan model sistem yang berjalan dengan efektif, sekaligus tervalidasi secara akademis.

0 comments