Menteri HAM Sebut Revisi UU Ormas Upaya Memajukan Demokrasi di Indonesia

IVOOX.id – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan wacana revisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang dilontarkan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, perlu dilihat sebagai langkah positif untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.
"Menurut saya adanya wacana revisi UU Ormas ini perlu dilihat dari sisi positif sebagai upaya untuk memajukan demokrasi di Indonesia. Jangan dari sudut pandang negatifnya," ujar Pigai dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id, Senin (28/4/2025).
Pigai juga menanggapi isu mengenai sejumlah ormas yang kerap membuat keresahan di masyarakat. Ia menilai, perlu ada pendekatan pengaturan yang lebih baik, bukan pembatasan kebebasan berserikat.
"Prinsipnya, yang penting tidak boleh ada pembatasan (union busting), namun memang perlu diatur agar ormas ini profesional dan berkualitas," katanya.
Ia menekankan bahwa pendekatan berbasis pengaturan sangat penting untuk dikedepankan. Pigai mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Ormas Nomor 2 Tahun 2017 yang diterbitkan beberapa tahun lalu, dibuat secara subjektif untuk membubarkan sejumlah organisasi, sehingga berdampak buruk pada kualitas demokrasi di Indonesia.
“Kita bicara mengenai Indeks Demokrasi yang selalu rendah; kita mengalami penurunan indeks demokrasi dari prominen ke fraud democracy karena salah satunya UU Ormas atau Perpu Nomor 2 Tahun 2017 ini. Oleh karena itu revisi ini tentu orientasinya dalam rangka membuka keran demokrasi. Saya bahkan beberapa waktu lalu sudah menyampaikan juga kepada media agar UU Ormas direvisi khususnya Perpu Nomor 2 tahun 2017,” ujar Pigai.
Ia menegaskan dukungannya terhadap wacana revisi tersebut, sepanjang tujuannya untuk memperluas ruang demokrasi dan memperbaiki iklim kebebasan berorganisasi di tanah air.
"Artinya wacana revisi ini kami dukung dalam konteks positif untuk memajukan demokrasi di Indonesia," katanya.
Mendagri Sebut Revisi UU Ormas untuk Perkuat Pengawasan
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian membuka peluang merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) sebagai respons atas maraknya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh sejumlah ormas di tanah air.
Menurutnya, revisi ini menjadi penting agar pengawasan terhadap ormas semakin ketat dan akuntabel.
"Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan," kata Tito saat ditemui awak media di Jakarta, Jumat (18/4/2025), dikutip dari Antara.
Dia menyebut salah satu aspek penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan, terutama dalam hal transparansi keuangan.
Tito menilai ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas bisa menjadi celah untuk penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput.
Ia menegaskan bahwa ormas sejatinya adalah bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Meski begitu, dia mengingatkan bahwa kebebasan tersebut tidak boleh digunakan untuk melakukan intimidasi, pemerasan, apalagi kekerasan.
“Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
Namun dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
Kendati demikian, Tito mengatakan langkah revisi tetap harus mengikuti prosedur legislasi yang melibatkan DPR RI sebagai pemegang kewenangan.
“Nantinya kalau ada usulan dari pemerintah, ya diserahkan ke DPR. DPR yang membahas dan memutuskan,” jelas Tito.
Untuk itu, dirinya mengingatkan pentingnya penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan, baik oleh individu maupun institusi.
Ia mencontohkan kasus pembakaran mobil polisi sebagai bentuk tindakan pidana yang harus diproses sesuai hukum.
“Kalau pidana ya otomatis harus ditindak. Proses pidana. Harus tegakkan hukum supaya stabilitas keamanan dijaga,” pungkasnya.
Premanisme berkedok ormas menjadi sorotan Komisi III DPR. Sebab dalam beberapa waktu terakhir, terdapat dua kasus yang melibatkan ormas.
Pertama adalah pernyataan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebut ormas mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Kedua adalah pembakaran mobil polisi oleh empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.

0 comments