Menteri Arifah Sebut Ekonomi dan Pola Asuh Sebagai Faktor Pemicu Kekerasan dalam Rumah Tangga

IVOOX.id – Memasuki satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi memaparkan hasil evaluasi internal mengenai meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Dari hasil analisis tersebut, faktor ekonomi menjadi penyebab terbesar yang memicu berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Yang pertama adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini dampaknya ke mana-mana, ke kesehatan, KDRT, pendidikan, dan merambah ke banyak aspek lainnya,” ujar Arifah dalam Konferensi Pers Capaian KemenPPPA Selama Satu Tahun di Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Arifah menegaskan, kondisi ekonomi keluarga yang tidak stabil kerap menciptakan tekanan psikologis yang berujung pada konflik rumah tangga. Untuk itu, KemenPPPA akan berfokus memperkuat pemberdayaan ekonomi perempuan agar mereka memiliki kemandirian finansial sekaligus ketahanan keluarga yang lebih baik.
“Akan kami bentuk jejaringnya,” kata Arifah. Ia menyebut salah satu langkah konkret yang akan dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) serta pelaku UMKM dan Bank Indonesia (BI) dalam penguatan ekonomi perempuan. Menurutnya, IWAPI memiliki jaringan yang luas hingga ke tingkat kabupaten dan kota, sehingga bisa menjadi mitra strategis dalam pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
Selain faktor ekonomi, Arifah juga menyoroti pola asuh dalam keluarga yang semakin melemah akibat pengaruh penggunaan gadget. Ia menilai, banyak orang tua kini kesulitan memberikan bimbingan yang tepat kepada anak-anak mereka.
“Banyak orang tua yang curhat, susah sekali sekarang memberikan bimbingan pengasuhan kepada anak-anak kita, karena terkait dengan faktor ketiga, yaitu gadget. Jadi orang tua memang kewalahan bagaimana memberikan pola asuh,” ujarnya.
Menurutnya, kemudahan akses teknologi tidak selalu diiringi dengan kemampuan orang tua dalam mengontrol konten dan waktu penggunaan gadget. Akibatnya, interaksi dalam keluarga berkurang, komunikasi melemah, dan anak lebih rentan mengalami masalah sosial maupun kekerasan digital.
Lebih jauh, Arifah juga menyoroti perubahan pola asuh antara orang tua masa kini dan generasi sebelumnya. Ia menilai, banyak orang tua modern terlalu protektif dan tidak tega membiarkan anak menghadapi kesulitan sebagai bagian dari proses pembentukan karakter.
“Mau susah, mau apa, itu adalah proses. Tapi orang tua sekarang polanya berbeda. Mereka tidak tega kalau anaknya susah, tidak mau kalau anaknya ikut mengalami proses pembentukan karakter. Misalnya, ada anak berantem, kalau dulu waktu kecil yang dimarahin justru kitanya. Tapi sekarang, orang tuanya yang lebih marah daripada anaknya. Ini sudah kebalik-balik,” katanya.


0 comments