Menko PMK: Ambiguitas di Permendikbudristek tentang Kekerasan Seksual akan Dikoreksi | IVoox Indonesia

May 1, 2025

Menko PMK: Ambiguitas di Permendikbudristek tentang Kekerasan Seksual akan Dikoreksi

menko pmk
Menko PMK Muhadjir Effendy/Kemenko PMK

IVOOX.id, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan frasa yang menimbulkan ambiguitas dalam Permendikbudristek Nadiem Makarim nomor 30 Tahun 2021 tentang kekerasan seks di kampus akan segera dikoreksi.

Ambiguitas dalam frasa itu, kata dia, telah memicu perbedaan pendapat di tengah masyarakat dalam menyikapi aturan tersebut.

"Memang sekarang masih dalam keadaan ada perbedaan di masyarakat, karena di situ ada frasa yang ambiguitas masih mengganda arti. Saya yakin dalam waktu yang tidak lama nanti akan segera dikoreksi," ujar Muhadjir dalam rekaman suara yang diterima Jumat (19/11).

Muhadjir menegaskan bahwa aturan Permendikbud ini secara subtantif harus didukung. Ia menilai aturan tersebut sebagai upaya mencegah dan memberikan pembelaan kepada korban kekerasan seksual.

"Karena itu untuk mencegah dan melindungi dan memberikan pembelaan bagi para korban kekerasan seksual," kata dia.

Muhadjir lantas mengingatkan agar polemik yang muncul tak menghilangkan tujuan mulia dibuatnya aturan tersebut. Baginya, kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan lembaga pendidikan sudah sepatutnya di tangani secara serius oleh pemerintah.

Namun, Ia juga memastikan bahwa nilai-nilai agama dan sosial di tengah masyarakat tetap harus dijaga dalam peraturan. Agar nantinya tak muncul pemahaman ganda ditengah masyarakat.

"Sehingga jangan sampai terjadi pemahaman yang mengganda. Satu sisi niatnya baik, tapi kemungkinan ya jadi konsekuensi yang tidak dimaksudkan tapi numpang di situ, terutama yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan nilai sosial yang harus kita tegakan di Indonesia sesuai dengan dasar kita yaitu Pancasila," kata dia.

Muhadjir tak merinci frasa mana dalam aturan tersebut yang perlu diperbaiki. Namun, beberapa elemen masyarakat belum lama ini menolak rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam aturan tersebut. Sebabnya, ada poin dalam aturan yang dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.

Salah satu rumusan norma kekerasan seksual yang yang menjadi polemik di antaranya ada dalam Pasal 5. Aturan pada pasal itu dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan'

Frasa 'tanpa persetujuan' ini menuai protes lantaran frasa tersebut bisa ditafsirkan melegalkan zina, seks bebas atau tindakan pornografi jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.

0 comments

    Leave a Reply