Menjelajah Pelosok Aceh dengan Bus Perintis yang Menghubungkan Daerah Terisolir

IVOOX.id – Di balik perbukitan hijau dan jalan berliku di pelosok Aceh, deru mesin bus perintis menjadi simbol harapan baru bagi ribuan warga di daerah terpencil. Layanan ini bukan sekadar alat transportasi, tetapi juga penggerak pembangunan, pemerataan ekonomi, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat.
“Keberadaan bus perintis di Provinsi Aceh tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, akan tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan, pemerataan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di daerah-daerah yang terpinggirkan,” ujar Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) kepada ivoox.id Sabtu (11/10/2025).
Menurut data Perum Damri Cabang Aceh (2025), layanan bus perintis saat ini mencakup 12 rute dengan total panjang 999 kilometer, menjangkau wilayah yang sebelumnya sulit diakses kendaraan umum. Beberapa di antaranya adalah rute Sinabang–Sibigo (188 kilometer), Sinabang–Alafan (100 kilometer), Kota Fajar–Manggamat (50 kilometer), dan Meulaboh–Woyla–Teupin Peuraho (108 kilometer).
Rute-rute tersebut membentang melewati 629 kilometer jalan beraspal, 52 kilometer jalan tanah, 45 kilometer jalan berbatu tajam, hingga 37 kilometer jalan berlumpur atau tergenang air. Sepanjang lintasan itu, bus Damri melintasi 211 sekolah, 42 rumah sakit, 41 pasar, 149 perkantoran, dan 14 terminal penumpang membawa akses dan kesempatan baru bagi warga pelosok.
Layanan bus perintis dioperasikan oleh Perum Damri sebagai bagian dari program subsidi Kementerian Perhubungan, yang bertujuan menghadirkan transportasi publik terjangkau di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Bagi masyarakat Aceh, keberadaan bus perintis telah membawa empat manfaat besar. Pertama, membuka keterisoliran wilayah. Di banyak daerah, warga kini bisa bepergian ke pusat pemerintahan, rumah sakit, atau pasar tanpa harus menempuh perjalanan mahal dan berisiko. Kedua, mendukung perekonomian lokal, karena hasil bumi dan komoditas pertanian kini bisa diangkut lebih efisien ke pusat perdagangan. Ketiga, mempermudah akses ke layanan publik. Dan keempat, menyediakan pilihan transportasi murah serta aman berkat tarif subsidi pemerintah.
Salah satu daerah yang paling merasakan manfaatnya adalah Pulau Simeulue, yang berjarak sekitar 150 kilometer dari daratan utama Aceh. Dua rute bus perintis beroperasi di pulau ini, yaitu Sinabang–Sibigo dan Sinabang–Alafan. Sebelum adanya layanan ini, masyarakat di Kecamatan Simeulue Barat dan Alafan harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mencapai ibu kota kabupaten, Sinabang, yang jaraknya bisa mencapai lima jam perjalanan.
Kini, dengan adanya bus perintis bersubsidi, warga dapat bepergian secara rutin dan terjadwal. Para petani dan pedagang kecil bisa membawa hasil pertanian mereka ke pasar-pasar di Sinabang dengan biaya lebih murah, sementara pelajar dan pasien dari desa-desa terpencil mendapat kemudahan untuk bersekolah atau berobat tanpa terkendala transportasi.
Tarif yang diberlakukan pun sangat terjangkau jauh lebih rendah dibandingkan transportasi swasta. Bus perintis juga memberikan rasa aman dan kenyamanan lebih, terutama bagi perempuan, lansia, dan pelajar yang harus menempuh perjalanan jauh.
Meski demikian, masih ada tantangan besar di lapangan. Djoko menilai, peremajaan armada menjadi kebutuhan mendesak agar layanan tetap optimal. Banyak bus di Aceh sudah berusia di atas tujuh tahun dan harus melintasi medan berat setiap hari.
“Sudah saatnya pemerintah memperhatikan kondisi armada di lapangan. Dengan usia kendaraan yang cukup tua dan medan yang sulit, keselamatan dan kenyamanan penumpang harus menjadi prioritas,” kata Djoko.
Dari total panjang lintasan, sekitar 57 kilometer jalan dalam kondisi rusak, meskipun angka ini relatif lebih rendah dibandingkan beberapa provinsi lain. Namun, medan ekstrem dan kondisi cuaca yang tidak bersahabat sering kali membuat armada tidak dapat beroperasi secara konsisten.
Kendati penuh tantangan, bus perintis tetap menjadi urat nadi kehidupan bagi banyak warga Aceh. Ia bukan hanya menghubungkan titik-titik di peta, tetapi juga menjembatani impian masyarakat di pelosok yang selama ini hidup dalam keterbatasan akses. Di setiap kilometer yang ditempuh, bus perintis membawa lebih dari sekadar penumpang ia membawa harapan akan pemerataan dan kemajuan yang lebih nyata bagi seluruh pelosok Aceh.

0 comments