Mata Uang dan Ekuitas Asia Terperosok Karena Perkembangan di Ukraina
IVOOX.id, Bengaluru - Mata uang dan ekuitas Asia merosot pada perdagangan Kamis, karena Rusia menginvasi Ukraina, mengirim harga minyak melonjak dan mata uang rupee India dan baht Thailand merosot paling tajam di antara mata uang Asia lainnya.
Bersamaan dengan penurunan saham global, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang turun lebih dari 3,2 persen ke level terendah sejak November 2020.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah 10-tahun di India dan Indonesia, dua yang tertinggi di Asia, naik tipis, dengan imbal hasil Indonesia menyentuh level tertinggi 10-hari karena harga minyak melonjak. Minyak naik di atas 100 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak 2014 di tengah kekhawatiran gangguan pasokan.
Rupee India yang sensitif terhadap energi memimpin kerugian di antara mata uang Asia, jatuh 1,0 persen - persentase penurunan terbesar sejak 19 November. Won Korea Selatan dan baht masing-masing turun 0,7 persen dan 0,8 persen.
Alvin Tan, kepala strategi Asia FX mengatakan dia memperkirakan harga minyak akan terus naik, meskipun tidak pada kecepatan yang sama.
Dia menambahkan bahwa dia pikir pemulihan baht "tetap berada di jalur yang diperkirakan bahwa perjalanan dan pariwisata akan meningkat ketika ekonomi dibuka kembali secara global dan bahkan mungkin melindunginya dari beban harga minyak yang tinggi."
Baht Thailand telah mengungguli rekan-rekan di kawasan itu, naik sekitar 3,0 persen sepanjang tahun ini.
Saham Singapura (STI) anjlok 4,0 persen, hari terburuk mereka dalam dua tahun. Mereka juga dirugikan oleh kemerosotan saham Oversea-Chinese Banking Corp setelah perusahaan melaporkan penurunan laba kuartalan sebesar 14 persen.
Saham India (NSEI) jatuh 3,6 persen, melemah untuk sesi ketujuh berturut-turut, di jalur untuk hari terburuk sejak 12 April.
Saham Filipina (PSI) dan Korea Selatan juga melemah masing-masing 2,1 persen dan 2,6 persen.
"Peningkatan tersebut kemungkinan akan mengirim inflasi pasar negara berkembang lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang, kami pikir, terutama dengan mendorong naik harga-harga komoditas. Harga komoditas yang lebih tinggi kemungkinan akan mempengaruhi importir bersih besar seperti Thailand dan India," Sid Mathur, kepala penelitian pasar negara berkembang untuk APAC, BNP Paribas, dikutip dari Reuters.
"Untuk mata uang pasar negara berkembang, kami memperkirakan dampak negatif pada sentimen risiko lebih besar daripada dampak positif harga komoditas," tambahnya.
Thailand melaporkan rekor jumlah infeksi COVID-19 baru pada Kamis, membantu menyeret sahamnya turun sebanyak 2,3 persen, persentase penurunan terbesar sejak 20 Desember.
Secara terpisah, Moscow Exchange mengumumkan penangguhan semua perdagangan pada Kamis sementara rubel Rusia turun ke rekor terendah setelah membukukan kenaikan kecil di awal sesi.(Antara)
0 comments