Masyarakat Adat Nagari di Agam Larang Perburuan Burung di Gunung Marapi | IVoox Indonesia

November 5, 2025

Masyarakat Adat Nagari di Agam Larang Perburuan Burung di Gunung Marapi

Pelepasan satwa burung langka di Nagari Lasi, Kabupaten Agam
Pelepasan satwa burung langka di Nagari Lasi, Kabupaten Agam, sebagai simbol diterapkannya pelarangan aktivitas berburu burung di sekitar Gunung Marapi. ANTARA/Al Fatah.

IVOOX.id – Masyarakat adat Nagari (Desa) Lasi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mengukuhkan aturan pelarangan "mamikek" atau penangkapan dan perburuan beberapa jenis burung di sekitar lereng Gunung Marapi.

"Ide awalnya adalah sudah lama warga kami tidak lagi setiap saat melihat satwa jenis burung. Kebiasaan lama suara burung bisa menjadi pertanda dan semacam warisan alam, sekarang malah langka," kata Ketua Kerapatan Ada Nagari (KAN) Lasi AKBP Jamalul Ihsan Datuak Sati saat acara pengukuhan di nagari setempat, Minggu (19/10/2025), dikutip dari Antara.

Aturan adat pelarangan berburu burung di kawasan Gunung Marapi itu disepakati 60 orang Datuak Ninik Mamak yang juga baru saja dilantik di Lasi.

Beberapa jenis burung yang dilarang diburu di Lasi adalah jenis murai, bondo, panokek, barabah, tampuo, punai, sikikih, balam, situpang, dan sejumlah jenis lainnya.

"Bagi yang melanggar akan didenda sanksi adat sebanyak satu emas untuk warga luar Lasi, untuk internal ada hukuman perampasan aset alat berburu dan pemanggilan Datuk," katanya.

Selain pelarangan berburu burung, Nagari Lasi juga mengatur upaya pelestarian alam dengan batasan pemotongan pohon dan mewajibkan anak kemenakan yang akan menikah untuk menanam pohon.

Pencanangan aturan masyarakat itu didukung pemerintah daerah setempat dengan disaksikan perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

"Ini kegiatan yang luar biasa dan sejalan dengan program kerja BKSDA Sumbar bahwa penanganan konservasi ini berada di kawasan taman wisata alam (TWA) Marapi," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA Antonius Vevri, dikutip dari Antara.

Ia menegaskan BKSDA bangga karena program ini justru langsung muncul dari inisiasi masyarakat yang berdampak positif bagi kelestarian lingkungan.

"Sangat positif sekali, ini merupakan yang pertama di Sumbar. Terima kasih kepada masyarakat Lasi khususnya para tokoh adat," kata Antonius.

Akademisi Universitas Negeri Padang Prof. Indang Dewata mengungkapkan Sumbar memiliki risiko bencana alam yang cukup tinggi hingga perhatian konservasi dari kearifan lokal seperti di Lasi pantas dijadikan contoh untuk daerah lain.

"Sumbar adalah salah satu daerah rawan, hingga perlu penyelesaian dan antisipasi atau mitigasi dari kearifan lokalnya. Ide yang muncul dari Lasi ini harus diadopsi," kata Indang, dikutip dari Antara.

Ia menegaskan proses konservasi tidak mudah dilakukan dan diperlukan kerja sama banyak pihak, khususnya tokoh masyarakat setempat.

"Paga (Pagar) Nagari nantinya akan tampil terdepan dalam pemeliharaan lingkungan di bawah aturan adat yang ke depannya juga dipertegas dengan aturan pemerintah," kata Prof. Indang.

0 comments

    Leave a Reply