Mantan Sekretaris MA Jadi Tersangka Suap | IVoox Indonesia

August 25, 2025

Mantan Sekretaris MA Jadi Tersangka Suap

fabri-saut-kpk
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin 29/7). (Foto: Desca Lidya Natalia)

IVOOX.id, Jakarta - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi jadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi senilai total 46 miliar rupiah terkait dengan perkara di MA pada periode 2011-2016.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar 2015–2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK sehingga KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu NHD (Nurhadi) Sekretaris Mahkamah Agung 2011-2016," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin (16/12).

Selain Nurhadi, KPK juga menetapkan dua orang lain sebagai tersangka. "Tersangka kedua adalah RHE (Rezky Herbiyono) swasta yaitu menantu NHD dan HS (Hiendra Soenjoto), Direktur PT. MIT (Multicon Indrajaya Terminal)," ungkap Saut, seperti dilansir Antara

Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap atau gratifikasi terkait tiga perkara di pengadilan dengan total penerimaan Rp46 miliar. "Secara keseluruhan diduga NHD melalui RHE telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT. MTI serta suap/gratifikasi dengan total Rp46 miliar," ucap Saut menambahkan.

Penerimaan tersebut terkait pertama, perkara perdata PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) (Persero) pada 2010.

"Pada awal 2015, tersangka RHE menerima 9 lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka HS untuk mengurus perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi No: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero) dan dalam proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan," ungkap Saut.

Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan 8 lembar cek dari PT. MIT dan 3 lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp14 miliar.

"Tetapi, kemudian PT. MTI kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka HS meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut," tutur Saut.

Perkara kedua adalah pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT. MIT. Pada 2015 Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT.MIT. Perkara perdata ini dimenangkan oleh Hiendra mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016.

"Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara HS dan Azhar Umar sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari Tersangka HS kepada NHD melalui tersangka RHE sejumlah total Rp33,1 miliar," ungkap Saut.

Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. "Pemecahan transaksi tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf RHE," ujar Saut menjelaskan

Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT.MIT

Sedangkan perkara Ketiga adalah penerimaan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan. "Tersangka NHD melalui RHE dalam rentang Oktober 2014 – Agustus 2016 juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat Kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian," ungkap Saut.

Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.


0 comments

    Leave a Reply