Kuasa Hukum Laporkan Rentetan Teror Dialami Keluarga, Komisi XIII DPR Minta Kasus Arya Daru Dibuka lagi

IVOOX.id – Komisi XIII DPR RI mendesak agar kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, dibuka kembali dengan opsi ekshumasi atau autopsi ulang untuk memastikan penyebab kematian.
“Rapat ini menyimpulkan agar kasus ini dibuka kembali. Ada kejanggalan antara laporan kepolisian dengan fakta yang diperoleh, termasuk pernyataan Kementerian HAM yang menegaskan kasus jangan dulu ditutup,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, di Kawasan Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9/2025), dikutip dari Antara.
Menurut Andreas, desakan ekshumasi diajukan agar keluarga memperoleh kejelasan, dan semua pihak tidak bertanya-tanya terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban.
Ia menegaskan penyelidikan harus dilakukan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan tim investigasi independen.
“Penyelidikan tetap oleh kepolisian, tetapi harus bisa dipantau tim investigasi maupun masyarakat,” tegasnya.
Komisi XIII juga meminta Kementerian Luar Negeri dan Kementerian HAM terlibat aktif karena Arya Daru adalah diplomat yang saat itu dipersiapkan bertugas di KBRI Finlandia.
Dalam rapat, kuasa hukum keluarga, Nicholay Aprilindo, kembali menyoroti kejanggalan dan mendesak agar kasus ditarik ke Bareskrim.
“Kesimpulan bahwa ini bunuh diri tidak masuk akal sehat dan logika hukum,” ujar Nicholay, dikutip dari Antara.
Nicholay juga melaporkan berbagai teror yang dialami keluarga korban setelah kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri itu, mulai dari amplop misterius, makam yang dirusak, hingga taburan bunga di pusara.
Dia menyebut teror pertama terjadi pada 9 Juli 2025 atau sehari setelah pemakaman almarhum.
“Ada seorang pria misterius datang membawa amplop coklat untuk almarhum. Saat dibuka, isinya gabus berbentuk bunga kamboja, hati, dan bintang,” katanya.
Ia menjelaskan amplop itu kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian bersama Kompolnas, namun hingga kini tidak pernah ada penyelidikan lebih lanjut mengenai asal usul maupun makna benda tersebut.
Teror berikutnya terjadi pada 27 Juli ketika makam almarhum dirusak.
“Kemudian pada 16 September, kuburan kembali ditaburi bunga mawar merah berbentuk garis dari kepala sampai kaki. Ini membuat keluarga kaget,” ujarnya.
Kuasa hukum menilai rentetan teror yang dialami keluarga menambah tanda tanya besar di balik kematian almarhum.
“Kenapa keluarga harus diteror sedemikian rupa, sementara kasus ini sejak awal di framing sebagai bunuh diri?” kata Nikolai.
Dalam rapat, hadir istri almarhum Meta Ayu Puspitantri bersama kuasa hukum, ayah, dan keluarga.
Ayah almarhum, Subaryono, juga menyampaikan langsung kegelisahannya di hadapan anggota dewan.
“Sebagai orang tua, kami tidak tahu harus ke mana mencari kejelasan. Penjelasan yang ada sejauh ini belum menenangkan kami,” katanya dengan suara bergetar, dikutip dari Antara.
Subaryono menuturkan pihak keluarga berupaya mencari bantuan melalui penasihat hukum agar peristiwa yang menimpa putranya dapat diungkap secara tuntas.
Dia menyebut bahwa pihak keluarga menghargai upaya pihak-pihak yang mendalami kasus ini, tetapi ia menyayangkan belum ada yang kejelasan yang pasti dari kasus kematian anaknya.
"Harapan kami kasus ini dapat dijelaskan seterang-terangnya,” ucapnya kepada Pimpinan Rapat Komisi XIII.
Istri almarhum, Meta Ayu Puspitantri, juga menyampaikan sejumlah klarifikasi, termasuk soal barang-barang pribadi yang dijadikan barang bukti.
“Semuanya punya saya. Kenapa justru itu yang dijadikan bukti, bukan barang lain?” kata Meta, dikutip dari Antara.
Meta mengaku setuju dengan rencana ekshumasi dan investigasi lanjutan. Kemudian dia berterima kasih kepada Komisi XIII yang dinilainya sudah membantu keluarga korban dalam pembenahan kasus ini.
Sebelumnya, Komisi XIII turut menghadirkan Wakil Kepala LPSK Susilaningtias, Direktur Kepatuhan HAM Kementerian HAM Henny Tri Rama Yanti, serta Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, yang masing-masing menekankan pentingnya perlindungan keluarga, prinsip due process of law, serta pemenuhan hak atas keadilan.
Rapat yang digelar terbuka itu ditutup dengan komitmen DPR mengawal agar penyelidikan berjalan transparan dan keluarga mendapatkan kepastian hukum.


0 comments