KPK Periksa Plt Dirut PLN Hari Ini, Sebagai Saksi atas Kasus PLTU Riau-1

IVOOX.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Plt Direktur Utama (Dirut) PLN Muhamad Ali. Ali diperiksa sebagai saksi atas tersangka dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Sofyan Basir. Ali tiba di KPK sekitar pukul 10.00 WIB.
Ali mengenakan batik merah dan berjalan santai ke dalam Gedung KPK. Ia tidak bicara banyak kepada pewarta yang menunggu di depan gedung.
"Tidak ada," kata Ali saat ditanya mengenai perkembangan kasus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/5).
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1.
Selain itu, KPK dijadwalkan memeriksa Dirut Pertamina Nieke Widyawati, Menteri SDM Ignatius Jonan, dan Johanes Budi Sutrisno Kotjo sebagai saksi.
Sales Ritel PT Bahana Sekuritas Suwarti, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso, dan Muhisam juga bakal diperiksa sebagai saksi. Dari sekian tokoh yang bakal diperiksa, baru Muhammad Ali yang tiba di KPK.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tidak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

0 comments