KPAI Kecam Grup Facebook Fantasi Sedarah, Desak Pemerintah Tindak Tegas Kejahatan Seksual Anak di Dunia Digital | IVoox Indonesia

May 26, 2025

KPAI Kecam Grup Facebook Fantasi Sedarah, Desak Pemerintah Tindak Tegas Kejahatan Seksual Anak di Dunia Digital

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat (16/5/2025). ANTARA/Anita Permata Dewi

IVOOX.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras keberadaan sebuah grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” yang memuat konten kekerasan seksual terhadap anak dan telah menarik lebih dari 32.000 anggota. KPAI menyebut grup ini sebagai bentuk kejahatan seksual yang sistematis dan terorganisir, yang mengangkat narasi inses dan mengeksploitasi anak-anak secara terang-terangan di ruang digital.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menegaskan bahwa keberadaan komunitas digital seperti ini bukan sekadar pelanggaran moral, namun sudah masuk dalam kategori tindak pidana berat yang mengancam keselamatan generasi muda.

“Negara harus hadir. Ini bukan sekadar penyimpangan etika, melainkan kejahatan luar biasa. Tidak boleh ada ruang toleransi untuk kekerasan seksual, apalagi yang dikemas seperti komunitas biasa dan dianggap normal,” ujar Ai Maryati dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id , Rabu (21/5/2025).

Menanggapi temuan tersebut, KPAI langsung menggelar rapat koordinasi virtual bersama sejumlah pihak, antara lain Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Meta Indonesia, Polda Metro Jaya, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama. Pertemuan itu bertujuan mempercepat penanganan, pelacakan pelaku, dan perlindungan terhadap anak-anak yang menjadi korban.

Anggota KPAI, Kawiyan, menyoroti bagaimana ruang digital kini menjadi ladang subur bagi predator seksual bila tidak dikawal dengan serius.

“Grup ini bukan hanya menyebar konten, tetapi juga membahas secara terbuka fantasi menyimpang sambil mengekspos foto-foto anak. Ini sudah masuk ke ranah pidana. Kami desak aparat segera menindak sesuai UU Perlindungan Anak dan UU ITE,” ujarnya.

KPAI juga menegaskan pentingnya perlindungan penuh kepada anak-anak korban. Anak yang menjadi objek eksploitasi harus diberi layanan hukum, psikososial, serta pemulihan yang menyeluruh, tanpa stigma atau kesalahan publik.

Sementara itu, Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, mengungkap bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan resmi ke Meta untuk menutup grup tersebut. Selain itu, 98 konten bertema incest di Facebook dan 17 konten di Twitter telah diajukan untuk diturunkan. Semua data terkait telah dikirimkan kepada pihak kepolisian.

Dari sisi penegakan hukum, Polda Metro Jaya melalui AKBP Reonald Simanjuntak menyatakan bahwa proses pelacakan terhadap pelaku, korban, serta akun-akun terlibat tengah berjalan. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan ulang konten tersebut agar penyelidikan tidak terganggu dan korban tetap terlindungi.

KPAI juga menekankan pentingnya pelibatan aktif kementerian dan lembaga lain seperti KemenPPPA dan Kemensos, guna memastikan pendataan korban, layanan rehabilitasi sosial, serta pendampingan hukum berjalan secara maksimal.

Dalam kesempatan itu, KPAI kembali mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak harus segera diimplementasikan secara nyata oleh seluruh penyedia platform digital, termasuk media sosial.

“Kasus ini seharusnya menjadi alarm keras. Saatnya negara membuktikan bahwa perlindungan anak lebih penting dari algoritma dan trafik digital,” kata Kawiyan.

KPAI menyerukan kolaborasi nasional lintas sektor agar tidak ada lagi ruang bagi predator seksual anak untuk bersembunyi baik di dunia nyata maupun dunia maya.

0 comments

    Leave a Reply