Kominfo: Cegah Stunting Lewat Edukasi Risiko Pernikahan Usia Dini

IVOOX.id, Jakarta - Untuk menciptakan generasi muda Indonesia yang unggul, Kominfo berupaya mengedukasi tentang risiko pernikahan usia dini dalam upaya mengatasi stunting.
Keluarga merupakan pilar utama dalam upaya pencegahan stunting atau kegagalan tumbuh kembang dan perkembangan pada anak usia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengategorikan pernikahan pemuda di Indonesia dalam empat rentang usia, yakni usia 15 tahun ke bawah, usia 16-18 tahun, usia 19-24 tahun dan usia 25-30 tahun.
BACA JUGA: Pemerintah Ajak Masyarakat Peduli, Pahami, dan Partisipasi Atasi Stunting
Dengan pembagian ini, pernikahan usia muda masuk pada rentang usia 19-24 tahun. Sesuai dengan UU Kepemudaan, usia yang masuk kategori pemuda dibatasi hingga usia 30 tahun. Total pemuda Indonesia mencapai 63,82 juta, dari jumlah itu yang sudah menikah baru 25,7 juta.
Data Statistik Pemuda Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan dari tahun 2015 hingga 2018 jumlah pemuda pada usia 19-24 tahun yang menikah tidak mengalami peningkatan, cenderung stagnan pada angka 60-an persen dari 25,7 juta pemuda Indonesia yang sudah menikah.
Jumlah total pemuda-pemudi yang menikah pada usia 19-24 tahun meningkat mencapai 60,25 persen pada 2016. Tahun berikutnya menurun namun tidak signifikan menjadi 60,13 persen. Tahun 2018 meningkat lagi-lagi tidak signifikan menjadi 60,34 persen.
Peningkatan yang terlihat justru pernikahan anak muda pada rentang usia 25-30 tahun. Pernikahan pada rentang usia tersebut sebanyak 15,69 persen pada 2015. Tahun berikutnya menurun sedikit menjadi 15,52 persen, lalu 2017 menjadi 16,31 persen, dan 17,07 persen pada 2018.
Salah satu penyebab tingginya risiko terjadinya stunting adalah pernikahan usia dini, dikarenakan pengetahuan mereka mengenai asupan gizi bayi belum luas sehingga risiko stunting menjadi lebih besar.
Risiko dari kurangnya pengetahuan tentang pernikahan usia dini adalah kematian ibu dan bayinya, hal itu terjadi karena sang ibu belum siap mengalami proses kehamilan dan melahirkan.
Pernikahan di usia yang masih muda juga menyebabkan orang tua belum memiliki bekal yang cukup untuk pola dan pengasukan anak dan generasi selanjutnya, ini menyebabkan semakin tingginya anak mengalami stunting.
Belum matangnya usia juga berpotensi menimbukan konflik yang berujung pada tindak kekerasan dalam keluarga. Ujungnya pernikahan di usia anak berpotensi menciptakan perceraian dan kemiskinan.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Prof. Dr Widodo Muktiyo memastikan pemerintah berkomitmen untuk bekerja keras menurunkan prevelansi stunting di Indonesia lewat edukasi risiko pernikahan di usia dini.
“Masalah stunting, masalah depan anak bangsa. Kita, pemerintah dan masyarakat, berjibaku terus melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini”, tegas Widodo.
Widodo juga berharap dengan menurunkan prevelansi stunting di Indonesia dapat menciptakan SDM yang berkualitas di masa depan.
“Kami membantu Presiden untuk mewujudkan visi dan misi dalam menciptakan SDM yang cerdas, berbudi pekerti luhur, sehat dan kuat. Mimpi besar untuk mencetak generasi premium salah satunya dapat dicapai dengan apabila angka stunting terus turun,” tambah Widodo.
Widodo menjelaskan Kominfo sebagai koordinator kampanye nasional, melakukan penetrasi edukasi di wilayah prioritas dengan tingkat prevalensi >30% melalui berbagai kanal seperti forum sosialiasasi berbasis tatap muka, kampanye radio, kampanye digital, outdoor advertisingdan media relations.
“Tim kami turun langsung ke daerah dengan tingkat prevelensi stunting >30%, untuk tatap muka dan menciptakan agen-agen yang membantu melakukan edukasi kepada masyarakat perihal stunting”, ungkap Widodo.
“Untuk millenial, terutama target remaja putri dan ibu muda, ada Gerakan Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST), untuk sosmed kami punya @genbestid, website www.genbest.id, sedangkan aplikasi ada “Anak Sehat”, ini inovasi yang kami lakukan selain mengunakan media mainstream untuk edukasi masyarakat”, tambah Widodo.

0 comments