Koalisi Sipil Nilai Perpres Perlindungan Jaksa Tidak Mendesak dan Patut Ditarik Kembali | IVoox Indonesia

May 26, 2025

Koalisi Sipil Nilai Perpres Perlindungan Jaksa Tidak Mendesak dan Patut Ditarik Kembali

Presiden Nomor 66 Tahun 2025
Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. IVOOX.ID/Tangkapan Layar

IVOOX.id – Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan mendapat kritik tajam dari sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi pro-demokrasi. Mereka menilai kebijakan yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 21 Mei 2025 ini tidak memiliki urgensi serta berpotensi melanggar prinsip negara hukum.

Koalisi menegaskan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki wewenang untuk memperkuat keamanan internal kejaksaan atau menginstruksikan kepolisian memberikan bantuan pengamanan, tanpa perlu membentuk peraturan presiden baru. Hingga saat ini, mereka melihat tidak ada situasi darurat atau ancaman nyata terhadap kejaksaan yang bisa membenarkan pelibatan militer dalam institusi penegakan hukum sipil tersebut.

“Situasi di kejaksaan sejauh ini masih berjalan normal. Tidak ada kondisi luar biasa yang memerlukan pengerahan aparat militer ke institusi kejaksaan,” ujar Usman Hamid Direktur Amnesty International Indonesia mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Sabtu (24/5/2025).

Mereka juga menyoroti keterkaitan Perpres ini dengan surat telegram dari Panglima TNI yang sebelumnya memerintahkan ribuan personel militer untuk membantu Kejaksaan. Menurut mereka, Perpres 66/2025 justru menjadi bentuk pembenaran atas tindakan yang keliru dari Panglima, bukan koreksi atas pelanggaran prosedur.

“Alih-alih mencabut surat telegram yang bermasalah, Presiden justru menerbitkan payung hukum yang justru melegalkan tindakan tersebut. Ini praktik fait accompli yang membahayakan demokrasi,” katanya.

Koalisi juga menilai pola kebijakan serupa pernah terjadi pada 2024 saat Letkol TNI Teddy Indra Wijaya diangkat sebagai Sekretaris Kabinet. Meski menuai kontroversi, pemerintah kemudian malah menerbitkan Perpres baru yang melegalkan penempatan prajurit TNI aktif di posisi tersebut. “Ini adalah pola pembentukan hukum yang reaktif dan membahayakan supremasi hukum,” ujar mereka.

Lebih jauh, mereka memperingatkan bahwa Perpres ini membuka ruang kembali bagi praktik dwifungsi militer yakni keterlibatan TNI di sektor sipil. Dalam konteks ini, keterlibatan militer dalam lingkungan kejaksaan dinilai menyimpang dari tugas konstitusional TNI sebagai alat pertahanan negara, dan bukan alat penegakan hukum sipil.

“Penempatan TNI dalam institusi seperti kejaksaan tidak hanya menyalahi konstitusi, tapi juga mengaburkan batas antara fungsi pertahanan dan penegakan hukum. Ini langkah mundur menuju era dwifungsi TNI yang seharusnya sudah ditinggalkan,” ujar koalisi.

Selain itu, koalisi menyoroti lemahnya landasan hukum Perpres 66/2025 karena tidak merujuk pada UU TNI maupun UU Polri, padahal substansi perpres melibatkan keduanya. Pertimbangan hukumnya hanya berdasar pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tanpa menjelaskan keterkaitan dengan pasal dalam UU TNI, khususnya Pasal 7 yang mengatur 16 kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang tidak mencakup perlindungan terhadap kejaksaan.

Koalisi juga menilai pelibatan TNI dalam Perpres ini bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2025, yang secara eksplisit menyatakan bahwa peran militer di lingkungan kejaksaan hanya terbatas pada ranah peradilan militer.

“Pelibatan TNI di luar wilayah pidana militer merupakan bentuk penyimpangan dari undang-undang dan perlu ditinjau kembali,” katanya.

Mereka pun menutup pernyataan dengan desakan agar Presiden dan DPR melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan Perpres 66/2025 dan mempertimbangkan untuk mencabutnya demi menjaga ketertiban hukum dan nilai-nilai demokrasi.

0 comments

    Leave a Reply