Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru Bantah Abral Wandikbo Anggota OPM

IVOOX.id – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru, Nduga, Tanah Papua, mengecam keras pernyataan Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, yang menyebut bahwa Abral Wandikbo merupakan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan tewas akibat terjatuh ke jurang saat mencoba melarikan diri. Pernyataan tersebut dinilai menyesatkan serta berpotensi mengaburkan tanggung jawab negara atas dugaan pelanggaran HAM berat di Papua.
Dalam konferensi pers yang diwakili oleh Theo Hesegem dari Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, koalisi menyampaikan bahwa Abral bukanlah bagian dari kelompok bersenjata seperti yang diklaim TNI. Menurutnya, Abral adalah seorang petani berusia 27 tahun yang selama ini tinggal di Distrik Mebarok, Yuguru, Kabupaten Nduga.
“Abral Wandikbo adalah pemuda yang dikenal aktif membantu pembangunan lapangan terbang Yuguru bersama TNI. Ia bukan bagian dari kelompok bersenjata. Dia tak fasih berbahasa Indonesia dan sehari-hari merawat ayahnya yang sakit,” kata Theo dalam pernyataan resminya Jumat (20/6/2025).
Penangkapan Abral terjadi pada 22 Maret 2025. Berdasarkan keterangan keluarga, saat itu aparat TNI melakukan penyisiran rumah-rumah warga secara paksa. Abral ditangkap di rumahnya tanpa surat perintah, tanpa pendamping hukum, dan tanpa kehadiran penerjemah. Keluarga bahkan menyaksikan bagaimana korban dipukul dan dilucuti pakaiannya sebelum dibawa pergi oleh aparat.
Selama ditahan, pihak keluarga tidak diberikan akses untuk menemui Abral. Mereka justru mendapat janji dari aparat bahwa Abral akan dikembalikan dalam keadaan hidup. Namun dua hari kemudian, jasad Abral ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya penuh luka bakar, telinga dan hidungnya dimutilasi, mulutnya rusak, serta tangannya terikat kabel ties. Ia juga ditemukan mengenakan gelang bermotif bintang kejora yang tak pernah dipakainya sebelumnya.
“Penjelasan bahwa ia tewas karena jatuh ke jurang sangat tidak masuk akal jika melihat kondisi jenazah. Ini jelas menunjukkan adanya dugaan penyiksaan berat sebelum kematian,” ujar Theo.
Koalisi juga menyoroti lemahnya bukti yang digunakan TNI untuk menuduh Abral sebagai anggota OPM. Di antaranya adalah foto seseorang memegang senjata tanpa wajah yang jelas, serta video dan gambar dari media sosial yang tidak dapat diverifikasi. Bukti-bukti tersebut dinilai tidak kredibel dan tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan tindakan kekerasan.
Kasus Abral Wandikbo, menurut koalisi, adalah satu dari banyak kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) yang terus berulang di Papua. Mereka menyebut bahwa tuduhan terhadap warga sipil sebagai bagian dari kelompok separatis sering digunakan sebagai dalih untuk melakukan kekerasan, tanpa melalui proses hukum yang sah.
“Dalam negara hukum, tidak ada satu pun institusi yang berhak mengambil nyawa seseorang tanpa proses pengadilan. Semua warga negara, termasuk orang asli Papua, berhak atas perlindungan hukum yang sama,” kata Theo.
Lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil menyebut bahwa sikap TNI yang terus menghindar dari tanggung jawab hanya akan melanggengkan impunitas dan memperburuk konflik di Papua. Narasi sepihak yang menyudutkan warga sipil, menurut mereka, harus dihentikan.
Atas kejadian ini, Koalisi menyampaikan empat tuntutan kepada negara:
1. Dilakukannya penyelidikan independen terhadap kasus kematian Abral dan membawa pelaku ke pengadilan umum yang terbuka;
2. Komnas HAM menetapkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat dan segera memulai penyelidikan pro justitia;
3. Negara menghentikan segala bentuk kekerasan dan menjamin perlindungan hak asasi manusia di Tanah Papua;
4. Pemerintah Indonesia menghentikan pendekatan militeristik dalam menangani konflik Papua karena terbukti memperparah kekerasan terhadap warga sipil.
Koalisi ini terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, termasuk Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Amnesty International Indonesia, Biro Papua PGI, KontraS, LBH Masyarakat, AJI Indonesia, hingga YLBHI. Mereka menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan mendorong akuntabilitas aparat dalam menegakkan hukum dan HAM di Tanah Papua.

0 comments