Khasiat Daun Akar Kuning, Orangutan Obati Lukanya Sendiri | IVoox Indonesia

May 14, 2025

Khasiat Daun Akar Kuning, Orangutan Obati Lukanya Sendiri

orangutan bernama rakus
Orangutan Rakus memakan dan mengoleskan daun Fibraurea tinctoria yang telah dikunyah ke luka di wajahnya pada 25 Juni. Pada 26 Juni, ia kembali terlihat sedang memakan daun Fibraurea tinctoria. Pada 30 Juni, lukanya telah tertutup dan pada 25 Agustus hampir tidak terlihat lagi. ANTARA/HO/Dok. Scientific Reports, Isabelle Laumer, dkk.

IVOOX.id - Entah apa yang mendorong orangutan jantan bernama Rakus untuk mengoleskan getah Daun Akar Kuning ke luka yang dideritanya di Suaq Balimbing, Aceh Selatan, -- bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser. Para ahli biologi mendapati Rakus, orangutan sumatera (Pongo abelii) itu menyembuhkan lukanya secara mandiri dengan getah daun tersebut.

Penemuan itu dipublikasikan di Scientific Reports pada 2 Mei lalu oleh ahli biologi sekaligus peneliti dari Development and Evolution of Cognition Research Group, Max Planck Institute of Animal Behavior, Jerman, Isabelle B. Laumer dan Caroline Schuppli.

Laporan itu juga ditulis oleh Arif Rahman, Tri Rahmaeti, dan Sri Suci Utami Atmoko dari Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional, Ulil Azhari dari SUAQ Project, Medan, serta Hermansyah dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL).

Dalam jurnalnya, para ahli itu menyebutkan telah mengobservasi Rakus menyembuhkan luka di bagian wajahnya pada Juni -- Agustus 2022.

Hasil observasi menunjukkan setelah 3 hari mengalami luka, Rakus secara selektif merobek daun tanaman liana dengan nama umum akar kuning (Fibraurea tinctoria).

Rakus mengunyah daun tersebut kemudian berulang kali mengoleskan getah yang dihasilkan ke luka di wajah. Sebagai langkah terakhir, dia menutupi seluruh lukanya dengan daun yang sudah dikunyah.

Selain itu, peneliti juga mencatat Rakus beristirahat lebih lama dari biasanya setelah terluka, yang mungkin berdampak positif terhadap penyembuhan luka karena pelepasan hormon pertumbuhan, sintesis protein, dan pembelahan sel meningkat selama tidur.

Laumer melihat bahwa waktu istirahat Rakus meningkat saat terluka dibandingkan ketika masih sehat, dan kembali berkurang setelah lukanya sembuh.

Adapun luka yang terdapat di bagian wajah Rakus itu diduga didapatkan akibat berkelahi dengan orangutan jantan lainnya yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser.

"Pengamatan terhadap Rakus sebenarnya sudah dilakukan sejak Maret 2009. Pada saat itu, Rakus masih berupa jantan tanpa sayap (dewasa tetapi tanpa ciri-ciri seksual sekunder). Rakus diperkirakan lahir pada akhir 1980-an dan sepenuhnya menjadi pejantan sejak Agustus 2021," kata Laumer dikutip dari Antara, Kamis (23/5/2024).

Dalam pengamatan mereka, dari beberapa orangutan terluka, sejauh ini hanya orangutan berflang bernama Pluto yang juga mencoba mengobati luka secara mandiri, tetapi tidak menggunakan akar kuning, melainkan dengan air tanaman kantong semar.

Pluto berulang kali memasukkan jarinya yang terluka ke dalam air tanaman kantong semar. Air tersebut diduga memiliki efek mendinginkan yang pada akhirnya dapat menghilangkan rasa sakit atau membantu membersihkan luka.

Laumer memastikan bahwa perilaku Rakus memulihkan diri sendiri disengaja karena orangutan ini secara selektif merawat luka di bagian wajah dengan sari tanaman tersebut, dan tidak menggunakan pada bagian tubuh lainnya.

“Perilaku tersebut diulangi beberapa kali, tidak hanya sari tanaman tetapi kemudian bahan tanaman yang lebih padat diaplikasikan hingga luka tertutup seluruhnya, dan prosesnya memakan waktu yang cukup lama,” tulis Laumer.

Ahli biologi tersebut menduga pengobatan luka dengan Fibraurea tinctoria muncul melalui inovasi individu orangutan yang tidak disengaja.

Fibraurea tinctoria memiliki efek analgesik yang kuat, individu mungkin akan segera merasakan pelepasan rasa sakit, menyebabkan mereka mengulangi perilaku tersebut beberapa kali dan kemudian mengoleskan bahan tanaman padat yang mungkin juga menutupi luka sebagai perlindungan terhadap lalat.

Dalam kasus Rakus, Laumer dan peneliti lainnya menduga perilaku orangutan yang mengobati luka dengan akar kuning akan dapat ditemukan dalam populasi kelahirannya.

Bukan Temuan Pertama

Pengobatan mandiri pada satwa bukan temuan baru bagi para peneliti. Pada awal 1960-an, untuk kali pertama peneliti bernama Goodall menemukan keberadaan daun utuh dalam kotoran simpanse (Pan troglodytes) di Gombe Stream, Tanzania.

Perilaku hewan yang menelan daun utuh kemudian berhasil di dokumentasikan lebih banyak pada akhir tahun 1990-an setelah melakukan penelitian terhadap kera besar di Afrika.

Kera besar tersebut mengunyah empulur pahit (Vernonia amygdalina) yang terbukti memiliki fungsi terapeutik dan antiparasit.

Pengobatan dengan menelan daun juga ditemukan pada bonobo (Pan paniscus), gorila (misalnya, gorila beringei graueri), dan hanya pada satu spesies kera Asia, siamang bertangan putih (Hylobates lar).

Selain itu, orangutan betina Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Sabah, Malaysia, yang terluka parah juga pernah ditemukan memakan daun dan batang jahe (Zingiberaceae).

Jahe dikenal sebagai tanaman obat tradisional yang dapat mengatasi radang dengan sifat antibakteri, antivirus, dan antijamur.

Laumer menjelaskan, selama tujuh tahun pengamatan, tidak ada individu lain, kecuali dua pejantan berflang yang pernah teramati memakan spesies jahe yang sama di lokasi penelitian.

"Para peneliti menyimpulkan bahwa remaja tersebut mungkin telah mencoba mengobati dirinya sendiri dengan tanaman ini,” sebut Laumer dalam jurnalnya.

Terlepas dari laporan-laporan tersebut, secara keseluruhan, kata Laumer, bukti konsumsi tumbuhan untuk pengobatan mandiri pada orangutan masih terbatas.

Namun, semakin banyak bukti yang menunjukkan penerapan senyawa tanaman aktif secara biologis pada kulit orangutan.

Kemudian, juga ditemukan perilaku yang sama pada enam orangutan betina dewasa dan satu laki-laki berflang dari populasi yang sama. Busa tersebut juga dioleskan dan dipijat ke kulit hingga 45 menit.

Perilaku ini tampaknya disengaja karena hanya bagian tubuh tertentu yang dirawat, perilaku tersebut diulangi beberapa kali hingga rambut benar-benar basah dan seluruh proses memakan waktu yang cukup lama.

"Dari dokumentasi yang dilakukan, orangutan teramati tidak pernah terlihat memakan daunnya," ujar Laumer.

Dracaena cantleyi merupakan tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat adat untuk beberapa pengobatan termasuk nyeri otot, nyeri sendi atau tulang, nyeri setelah stroke, dan bengkak.

Analisis farmakologis juga mengungkapkan bahwa Dracaena cantleyi menghambat produksi sitokin inflamasi yang diinduksi TNF sehingga bertindak sebagai agen antiinflamasi.

0 comments

    Leave a Reply