Ketua MPR Ajak Terapkan Pancasila di Segala Aspek

IVOOX.id, Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak semua elemen bangsa untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan.
"Pancasila tidak boleh hanya diekspresikan sebatas klaim kehebatan dalam ritual pernyataan dan pidato pejabat, atau diajarkan sebatas hafalan sejumlah butir moralitas, tetapi harus diterapkan dalam segala aspek kehidupan," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta.
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan semua pihak patut bersyukur bahwa setelah lebih dari 2 tahun bergelut dengan pandemi COVID-19 saat ini kondisi bangsa sudah makin membaik.
Menurut dia, banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pandemi COVID-19, antara lain, mengajarkan tentang pentingnya kebersamaan, kedisiplinan, saling mengingatkan, saling tenggang rasa, dan saling tolong-menolong.
Sikap tersebut juga menjadi intisari dari nilai-nilai Empat Pilar MPR RI yang terdiri atas Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Pancasila dirumuskan para pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntunan bernegara dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu, melalui usaha penggalian, penyerapan, kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam rangka menopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa," katanya.
Untuk itu, kata Bamsoet, Pancasila harus sungguh-sungguh didalami dan dikembangkan ke dalam kerangka konseptual, kerangka normatif, dan kerangka operatif.
Sejalan dengan tuntutan reformasi dan perkembangan kebutuhan bangsa, MPR dengan semangat kenegarawanan, sejak 1999 sampai 2002 telah melakukan perubahan terhadap pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 dalam satu rangkaian melalui empat tahapan perubahan.
Perubahan tersebut mewujudkan konstitusi Indonesia yang memungkinkan terlaksananya penyelenggaraan negara yang modern dan demokratis.
"Semangat yang diemban dalam perubahan konstitusi tersebut adalah supremasi konstitusi, keharusan dan pentingnya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden," kata dia.
Dikatakan pula bahwa pemilihan umum yang dilaksanakan secara periodik setiap 5 tahun sekali, pengaturan hubungan dan kekuasaan antarcabang kekuasaan negara secara lebih tegas.
"Penguatan sistem check and balances antarcabang kekuasaan, penguatan perlindungan dan penjaminan hak asasi manusia, dan pengaturan hal-hal mendasar di berbagai bidang kehidupan," kata Bamsoet.
Meskipun memilih bentuk negara kesatuan, kata Bamsoet, para pendiri bangsa sepakat untuk mengelola negara sebesar, seluas, dan kemajemuk Indonesia tidak bisa tersentralisasi.
Negara dengan karakteristik seperti ini, menurut dia, sepatutnya dikelola dengan melibatkan peran serta daerah dalam pemberdayaan ekonomi, politik dan sosial budaya, sesuai dengan keragaman potensi daerah masing-masing, dengan mengedepankan prinsip dekonsentrasi dan desentralisasi.
Sejalan dengan itu, lanjut dia, konsepsi tentang semboyan negara dirumuskan dalam kalimat sakti Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda, tetap satu jua.
"Di satu sisi, ada wawasan keekaan yang berusaha mencari titik temu dari segala kebinekaan (keberagaman), yang terkristalisasi dalam dasar negara (Pancasila), Undang-Undang Dasar dan segala turunan perundang-undangannya, negara persatuan, bahasa persatuan, dan simbol-simbol kenegaraan lainnya," ujarnya.
Di sisi lain, kata Bamsoet, ada wawasan kebinekaan yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka perbedaan, seperti aneka agama dan keyakinan, ragam budaya dan bahasa daerah, serta unit-unit politik tertentu sebagai warisan tradisi budaya.

0 comments