Ketentuan dalam Pasal Penodaan Bendera Negara Harus Perhatikan Local Wisdom

IVOOX.id, Semarang – Pakar hukum dari Unissula Semarang Jawade Hafidz mengingatkan pembuat undang-undang jangan memasukkan ketentuan larangan pasang bendera Merah Putih pada tiang atap rumah dalam RUU KUHP, apalagi sampai memidanakan pelakunya.
"Itu merupakan wujud rasa cinta dan nasionalisme warga negara yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kearifan lokal yang perlu dilindungi oleh Negara," kata Dr Jawade Hafidz di Semarang, Rabu (30/6).
Ia menyatakan hal itu terkait dengan pemidanaan terhadap setiap orang yang memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara, sebagaimana diatur dalam RUU KUHP Pasal 235 Huruf d, dengan ancaman pidana denda paling banyak Rp10 juta.
Menurut dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang ini, ketentuan itu tidak perlu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena terlalu teknis dan pembuktiannya sangat interpretatif.
Jawade lantas mengingatkan akan adagium yang mengatakan bahwa lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum satu orang yang belum tentu bersalah.
Terkait dengan penodaan bendera negara yang termaktub dalam pasal 231 dan 234 RUU KUHP, dia memandang perlu mengkaji kembali dengan memperhatikan latar belakang, maksud, dan tujuan perbuatan dimaksud serta dipertegas kualifikasi subjek hukum yang akan dikenai sanksi.
Sementara itu, Ketua Prodi Doktor Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Prof Dr H Faisal Santiago sependapat dengan Jawade Hafidz bahwa penggunaan bendera Merah Putih pada saat mendirikan rumah merupakan kearifan lokal (local wisdom).
"Tergantung pada niat setiap orang dalam memperlakukan bendera Merah Putih," kata Guru Besar Hukum Unbor ini ketika menjawab pertanyaan yang sama terkait dengan pasal-pasal penodaan terhadap bendera negara dalam RUU KUHP seperti dilansir Antara.
Santiago juga mengatakan pasal penodaan terhadap bendera negara, khususnya mengibarkan bendera Merah Putih yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, sebaiknya tidak perlu ada di dalam RUU KUHP.
"Bisa dibayangkan seseorang karena ketidakmampuan membeli bendera baru apakah harus dipidana, padahal yang bersangkutan sangat ingin mengibarkan bendera Merah Putih, misalnya pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus," katanya.
Akan tetapi, kata Prof Faisal, apabila menodai bendera Merah Putih dengan cara menginjak-injak dengan sengaja, membakar, dan menodai dengan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, wajib dipidana.
Ia mengemukakan hal itu terkait dengan pemidanaan terhadap setiap orang yang mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, sebagaimana termaktub dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Pasal 235 Huruf b.
Faisal Santiago.

0 comments