October 1, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Kenaikan Pangkat Prabowo Subianto, SETARA Institute: Tidak sah dan ilegal

IVOOX.id - Presiden Joko Widodo memberikan kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto, pada Rabu (28/2/2024). SETARA Institute menganggap pemberian kenaikan pangkat tersebut tidak sah dan ilegal.

Menanggapi keputusan ini, Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, menyatakan, keputusan tersebut tidak sah dan ilegal.

 “SETARA Institute memandang bahwa secara yuridis, kenaikan pangkat kehormatan itu tidak sah dan ilegal. UU Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak mengenal bintang kehormatan sebagai pangkat kemiliteran, " terang Halili dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (28/2/2024).

Hasan melanjutkan analisisnya dengan merujuk pada UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, "Bintang yang dimaksud dalam UU tersebut adalah bintang sebagai tanda kehormatan, bukan sebagai pangkat kemiliteran perwira tinggi bagi purnawirawan militer," ujarnya.

Lebih lanjut, Hasan mempertanyakan keputusan tersebut secara spesifik dalam konteks Peraturan Menteri Pertahanan No. 18 Tahun 2012, yang menetapkan kriteria untuk pemberian kenaikan pangkat istimewa.

Dalam konteks ini, Prabowo tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan dalam peraturan tersebut.

Tidak hanya dari segi yuridis dan administratif, kenaikan pangkat tersebut juga menjadi bahan kontroversi karena konteks historis dan politisnya.

Prabowo pensiun dari dinas kemiliteran karena diberhentikan melalui KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keppres No. 62 Tahun 1998, bukan karena memasuki usia pensiun.

Dengan demikian, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu menjadi bahan pertanyaan yang serius.

Ia menambahkan, yang lebih kontroversial lagi adalah bahwa pemberian gelar kehormatan Jenderal Bintang Empat kepada Prabowo dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah politik yang melecehkan.

Prabowo telah dinyatakan bersalah terkait dengan Tragedi Penculikan Aktivis 1997-1998 oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merupakan lembaga ad hoc kemiliteran resmi yang dibentuk oleh negara.

Keputusan ini, yang kemudian dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden, menegaskan bahwa Prabowo merupakan pelanggar HAM.

Dengan memberikan gelar kehormatan tersebut kepada Prabowo, Presiden Joko Widodo secara tidak langsung dianggap menghina dan merendahkan korban serta pembela HAM yang telah lama berjuang mencari keadilan.

Selain itu, dari segi etika kepublikan, Halili memandang banyak yang mempertanyakan prioritas Presiden Joko Widodo dalam memberikan gelar kehormatan ini di tengah kondisi ekonomi yang sulit bagi sebagian besar rakyat.

Di tengah kenaikan harga beras dan kebutuhan pokok lainnya, pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo dinilai sebagai tindakan yang tidak sensitif terhadap kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu, SETARA Institute menuntut agar Jokowi mengurungkan rencana dan membatalkan pemberian bintang kehormatan kemiliteran untuk Prabowo.

Jika tuntutan ini diabaikan, semakin jelaslah bahwa di ujung periode pemerintahannya, Presiden Joko Widodo lebih sering menampilkan tindakan politik yang kontroversial, melawan arus aspirasi publik, dan mengabaikan hak asasi manusia.

0 comments

    Leave a Reply