KemenPPPA Sebut NTB Penyumbang Angka Perkawinan Anak Tertinggi di Indonesia

IVOOX.id – Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat menyumbang angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia.
"NTB (tertinggi angka perkawinan anak)," kata Pribudiarta Nur Sitepu di Jakarta, Rabu (16/7/2025), dikutip dari Antara.
Menurut dia, penyebab tingginya angka perkawinan anak di daerah tersebut beragam, di antaranya pengaruh adat dan budaya, ekonomi, pengetahuan masyarakat, perkembangan teknologi, hingga dekadensi moral.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2023, NTB memiliki persentase tertinggi untuk perempuan yang menikah saat usia anak sebesar 17,32 persen.
Pemerintah terus memperkuat strategi kolaborasi multipihak dalam upaya menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia.
"Komitmen kolektif untuk mengatasi perkawinan anak telah dituangkan dalam kebijakan lintas sektor Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020 - 2024. Melalui Stranas PPA, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi jumlah perkawinan anak di Indonesia melalui lima strategi utama," kata Pribudiarta Nur Sitepu.
Lima strategi tersebut yaitu optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
Perkawinan usia anak memiliki dampak negatif yang luas, yakni meningkatnya risiko kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi, bayi berisiko mengalami stunting dan berat badan lahir rendah, dan memicu masalah kesehatan mental.
Perkawinan anak juga berdampak anak kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan, melanggengkan kemiskinan, dan menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Perkawinan Anak Penyebab Tingginya Kekerasan pada Anak di Keluarga
Di kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengatakan perkawinan usia anak menjadi salah satu penyebab tingginya kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga maupun lingkungan terdekat.
"Perkawinan anak ini luar biasa dampaknya. Untuk menjadi orang tua, untuk membentuk sebuah keluarga, butuh kesiapan," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Rabu (16/7/2025), dikutip dari Antara.
Menurut dia, untuk membina sebuah keluarga diperlukan proses pengenalan karakter dari masing-masing pasangan calon pengantin yang membutuhkan waktu lama.
"Orang jaman sekarang baru kenal sebentar, lalu nikah, padahal pengenalan satu dengan yang lain butuh proses. Jangankan suami istri, yang bersaudara saja kecocokannya butuh bertahun-tahun. Jadi adaptasi dalam sebuah keluarga antara suami istri butuh waktu panjang," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
Dalam mengedukasi kesiapan calon pengantin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama memiliki program Bimbingan Perkawinan bagi calon pengantin.
"Diedukasi sebagai ibu perannya apa, sebagai bapak perannya apa, yang paling penting ada ketersalingan. Saling memahami, menghargai. Bukan satu lebih oke dari yang lain, tapi bersama-sama," kata Arifah Fauzi.
Perkawinan usia anak memiliki dampak negatif yang luas.
Selain risiko kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan anak meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi, bayi berisiko mengalami stunting dan berat badan lahir rendah, dan memicu masalah kesehatan mental.
Perkawinan anak juga berdampak anak kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan, melanggengkan kemiskinan, dan menurunkan kualitas sumber daya manusia.

0 comments