KemenHAM Nilai Skema Kemitraan Aplikator Ojol Tidak Ramah HAM | IVoox Indonesia

July 9, 2025

KemenHAM Nilai Skema Kemitraan Aplikator Ojol Tidak Ramah HAM

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, dalam konferensi pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (1/7/2025). IVOOX.ID/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan bahwa skema kemitraan antara perusahaan aplikasi transportasi daring (ride hailing) dengan pengemudi ojek online (ojol) tidak sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Jika model bisnis ini terus dipertahankan tanpa pembenahan, maka perusahaan aplikasi dinilai secara sadar melakukan pelanggaran HAM.

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, dalam konferensi pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Ia menegaskan bahwa ketidakseimbangan hubungan kuasa antara aplikator dan mitra pengemudi menjadikan skema kemitraan ini tidak adil dan merugikan pihak pengemudi.

“Kalau terus terjadi, maka dalam konteks HAM, penyebutan yang paling tepat adalah berarti sengaja melanggar. Sengaja melanggar Hak Asasi Manusia,” kata Munafrizal.

Ia menambahkan, skema kemitraan tidak boleh menjadi alasan bagi aplikator untuk menghindari kewajiban hukum sebagai pemberi kerja. Oleh karena itu, Kemenkumham merekomendasikan agar para pengemudi ojol yang bekerja penuh waktu (full time) diangkat sebagai karyawan tetap dengan perlindungan dan hak yang setara sebagaimana pekerja formal.

“Rekomendasi ini didasarkan pada hasil kajian kami yang menemukan adanya ketimpangan relasi kuasa antara aplikator dan pengemudi. Ketimpangan ini menciptakan relasi kerja semu, di mana pengemudi tidak memiliki ruang negosiasi yang adil,” ujar Munafrizal.

Munafrizal juga menyoroti sejumlah kebijakan sepihak yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi, seperti pemotongan penghasilan tanpa kesepakatan serta sistem suspensi akun secara sepihak. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa dalam praktiknya, aplikator bersikap seperti atasan, sementara pengemudi tidak memiliki posisi tawar.

“Adanya sifat imbalance power antara keduanya menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya tidak murni berbentuk kemitraan tetapi justru berbentuk subordinasi. Di mana penyedia aplikasi dalam posisi superior, sedangkan pengemudi ojol dalam posisi inferior,” katanya.

Kemenkumham menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan, segera mengambil langkah konkret untuk meninjau ulang model kemitraan dalam ekosistem transportasi daring. Tujuannya, agar ekosistem digital di sektor transportasi dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan tetap menjunjung tinggi keadilan sosial dan perlindungan hak pekerja.

0 comments

    Leave a Reply