Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Pakar Transportasi Sebut akibat Kesalahan Kebijakan dan Tata Kelola | IVoox Indonesia

April 26, 2025

Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Pakar Transportasi Sebut akibat Kesalahan Kebijakan dan Tata Kelola

Sejumlah kendaraan terjebak macet di Jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Tanjung Priok
Sejumlah kendaraan terjebak macet di Jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (17/3/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

IVOOX.id – Kemacetan panjang kembali melanda kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sejak Kamis malam (17/4/2025) hingga Jumat pagi. Antrean kendaraan, terutama truk logistik, mengular hingga delapan kilometer dari wilayah Sungai Bambu ke gerbang pelabuhan. Situasi ini dianggap sebagai salah satu kemacetan terparah yang pernah terjadi di kawasan tersebut.

Meski demikian, kemacetan bukanlah hal baru di sekitar Tanjung Priok. Para sopir truk bahkan sudah menganggapnya sebagai bagian dari rutinitas mereka. Namun, kondisi kali ini dinilai jauh lebih parah karena volume kendaraan yang menumpuk akibat berbagai kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Akademisi Teknik Sipil dari Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan & Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menyampaikan pandangannya soal persoalan ini. Ia menilai kemacetan di Tanjung Priok terjadi karena minimnya integrasi moda transportasi serta lemahnya perencanaan kawasan.

“Selama ini akses ke Pelabuhan Tanjung Priok hanya mengandalkan jalan raya. Jalur kereta sudah tidak diminati lagi karena dinilai tidak efisien dan biayanya mahal. Kereta api memakai BBM non-subsidi, dikenai PPN 11 persen, dan masih harus membayar track access charge (TAC),” ujarnya kepada ivoox.id Minggu (20/4/2025).

Menurut Djoko, untuk angkutan jarak pendek di bawah 500 km, memang lebih efisien memakai jalan raya. Namun untuk jarak menengah dan jauh, seharusnya moda rel atau laut yang dioptimalkan agar distribusi lebih lancar dan murah.

Ia juga menyoroti permasalahan tata ruang di sekitar pelabuhan. Di sisi laut, kapasitas pelabuhan terus diperbesar. Namun kapasitas daratnya seperti lahan parkir, fasilitas truk, dan toilet, justru minim pengembangan. Padahal, dalam perhitungan kapasitas pelabuhan, titik terendahlah yang harus dijadikan acuan utama.

“Kawasan penyangga (buffer zone) juga harus dibenahi. Idealnya, jarak minimal satu kilometer dari pelabuhan harus steril dari bangunan komersial atau pemukiman. Kita bisa lihat konsep tata ruang pelabuhan pada masa Hindia Belanda, yang batasnya dulu sampai Cempaka Mas,” katanya.

Masalah lainnya adalah beban biaya tinggi yang harus ditanggung sopir truk. Salah satunya adalah biaya parkir di pelabuhan yang mencapai Rp 17.500 per sekali masuk. Biaya ini kerap diambil dari uang jalan yang seharusnya digunakan sopir untuk kebutuhan perjalanan.

“Parkir seharusnya menjadi layanan publik, bukan ladang untuk mencari keuntungan. Kebijakan seperti ini justru menciptakan ekonomi biaya tinggi dan membuat logistik kita mahal. Semua pungutan di ruang publik harus jelas manfaat dan tujuannya,” ujar Djoko.

Ia menyoroti bahwa mahalnya biaya logistik di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, bukan hanya karena infrastruktur, tapi juga kebijakan yang salah arah. Mulai dari perizinan yang rumit, pungutan liar oleh oknum, hingga premanisme yang semakin merajalela.

Djoko juga menyebut kemacetan ini sebagai imbas dari pembatasan operasional truk logistik yang diberlakukan pemerintah selama masa arus mudik Lebaran. “Pembatasan itu sampai 16 hari. Itu terlalu lama. Idealnya cukup lima hari saja agar tidak menghambat bongkar muat dan distribusi barang.” Katanya.

Ia khawatir, tumpukan logistik yang terjadi di pelabuhan akan berdampak pada lambatnya perputaran barang, yang pada akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Melihat ke belakang, Djoko mengingatkan bahwa pelabuhan-pelabuhan besar di masa lalu sudah dilengkapi jalur kereta api dan buffer zone. Sayangnya, saat ini banyak dari area tersebut telah berubah fungsi menjadi perumahan.

Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh dari pemerintah terhadap kebijakan logistik dan perencanaan kawasan pelabuhan agar kejadian serupa tidak terulang dan ekonomi nasional tidak dirugikan.

0 comments

    Leave a Reply