Kejagung Pindahkan Tersangka Kasus Timah Alwin Albar ke Jakarta

IVOOX.id – Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah melakukan penjemputan terhadap tersangka Alwin Albar (AA) pada Kamis (5/12/2024) di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Penjemputan tersangka AA terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, penjemputan terhadap AA dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Jaksa agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-57/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 12 Oktober 2023 jo. Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-23/F.2/Fd.2/03/2024 tanggal 07 Maret 2024 jo. Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-23/F.2/03/2024 tanggal 07 Maret 2024.
"Setelah dilakukan penjemputan, AA dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan. Lalu AA dilakukan Penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) ke Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Selatan," kata Harli dalam siaran pers yang diterima ivoox.id pada Kamis (5/12/2024).
Sebelumnya, AA ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sungailiat, Bangka dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan peralatan washing plant pada PT Timah Tbk oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. Adapun peran dari Tersangka AA dalam perkara ini yakni sebagai Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk tahun 2017-2020 bersama-sama dengan Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Terdakwa Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan mengeluarkan kebijakan untuk tidak melakukan penambangan sendiri di WIUP melainkan membeli bijih timah dari penambangan ilegal yang melakukan penambangan di WIUP PT Timah Tbk menggunakan mitra jasa penambangan dan mitra borongan pengangkutan dengan metode jemput bola serta pengaman aset.
"Namun senyatanya, PT Timah Tbk melakukan pembelian bijih timah yang ditambang dari IUP PT Timah Tbk sendiri oleh penambang ilegal maupun kolektor timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung," katanya.
Selanjutnya pada tahun 2018 di saat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak menerbitkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) beberapa smelter swasta (kompetitor PT Timah Tbk) yang juga memperoleh sebagian bahan baku dari penambang ilegal maupun kolektor timah di Wilayah IUP PT Timah Tbk, Tersangka AA melakukan permufakatan jahat dengan cara seolah-olah bekerja sama dalam pemurnian dan pelogaman timah.
"Akan tetapi nyatanya membeli bijih timah dari penambang ilegal melalui 12 perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Refined Bangka Tin, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV. Venus Inti Perkasa. Selain itu biaya pemurnian dan pelogaman yang disepakati sebesar USD 3700 s.d USD 4000 lebih tinggi dari biaya yang biasanya dikeluarkan oleh PT Timah Tbk yang berkisar antara USD 1000 s.d USD 1500 per metrik ton," ujarnya.

Sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Mochtar Riza Pahlevi Tabrani Dituntut 12 Tahun Penjara
Sementara, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dituntut pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi menilai Mochtar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Mochtar melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," kata JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/12/2024), dikutip dari Antara.
Selain pidana badan, JPU juga menuntut Mochtar dengan pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Mochtar turut dituntut agar dijatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp493,39 miliar dengan memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan.
Apabila Mochtar tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, kata JPU, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun," ujar JPU.
Dalam persidangan yang sama, terdapat pula Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra yang mendengarkan pembacaan tuntutan.
Emil juga dituntut dengan pidana yang sama dengan Mochtar, yakni penjara selama 12 tahun, denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti sebesar Rp 493,39 miliar, dengan masing-masing ketentuan yang sama serta dinilai melanggar pasal yang sama pula.
Sebelumnya, Mochtar didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun.
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Perbuatan Mochtar mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.
Mochtar diduga mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Emil serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Dalam dakwaan, perbuatan Mochtar dan Emil diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

0 comments