Kebun Bibit Rakyat Jadi Solusi RHL dan Tingkatkan Ekonomi Masyarakat | IVoox Indonesia

June 6, 2025

Kebun Bibit Rakyat Jadi Solusi RHL dan Tingkatkan Ekonomi Masyarakat

IMG-20211006-WA0050
Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) menjadi salah satu kegiatan yang mendukung program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (Foto: Dok. KLHK)

IVOOX.id, Jakarta - Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) menjadi salah satu kegiatan yang mendukung program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

KBR dimaksudkan untuk menyediakan bibit tanaman kayu-kayuan atau tanaman serbaguna (MPTS) dengan tujuan meningkatkan kese­jahteraan masyarakat sekaligus merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta kegiatan penghijauan lingkungan. KBR dilaksanakan swakelola oleh kelompok masyarakat.

Salah satunya adalah kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKM) Bina Wana di Desa Tribudi Sukur, Kecamantan Kebun Tebu, Lampung Barat.

Melalui Permen Kehutanan No 37/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, HKM Bina Wana sukses memanfaatkan kawasan hutan seluas lebih dari 600 hektare (ha) untuk menghasilkan berbagai produk. Antara lain berupa kayu-kayuan seperti sengon, meranti, hingga tanaman kopi, pisang, lada, singkong, aren, jengkol, dan petai.

Menurut Ketua HKM Bina Wana Engkos Kosasih, HKM mengubah perekonomian masyarakat desa transmigrasi dari Jawa Barat ini. “Dulunya boleh dikatakan perekonomiannya morat-marit. Dengan bisa mengelola hutan, lewat program HKM, Alhamdulillah masyarakat merasa tertolong,” ujar Engkos saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

Salah satu potensi yang dimiliki kawasan ini adalah produk rotan. Saat ini, HKM Bina Wana mengembangkan tanaman rotan yang kondisi­nya kian langka di kawasan hutan tersebut. 

Rencananya rotan ditanam di lahan seluas 30 ha pada tahun ini. Adapun bibit yang disemai sebanyak 33 ribu. Menurut Engkos, rotan yang ada bisa punah jika tidak ada upaya untuk memperbarui­nya.

Menurutnya, di wilayah Lampung pembibitan rotan hanya di Desa Tribudi Sukur. “Di kawasan ini banyak jenis rotan, ada rotan cacing, rotan semambu. Rotan-rotan alam sebagian sudah dimanfaatkan masyarakat.”

HKM Bina Wana juga dapat mengangkat peran ibu-ibu di desa tersebut melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati. Kegiatan utama KWT Melati antara lain memproses Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa biji kopi, pisang, singkong, dan aren menjadi produk jadi siap konsumsi.

Dengan menjadi penggerak di sektor hilir, KWT Melati menghasilkan omzet sekitar Rp2 miliar pada tahun lalu. Mereka pun bisa meraup Sisa Hasil usaha (SHU) sedikitnya Rp300 juta per tahun.

Ketua KWT Melati Yayah Suryani menyebut semua anggota menerima penghasilan setiap bulan, ditambah pembagian SHU setiap tahunnya. “Tahun lalu, setiap anggota mendapat Rp900 ribu (dari SHU), dan tidak semua dibagikan kepada anggota. Ada 3% disisihkan untuk keperluan sosial dan pengembangan usaha,” katanya.

Sistem yang sudah mapan membuat HKM Bina Wana terbebas dari ijon atau praktik jual beli berdasarkan jaminan kredit dari petani yang pembayarannya dilakukan dengan hasil panen dengan harga jual rendah. Menurut Engkos, HKM ini sudah sangat mandiri. Anggotanya berpendapatan per bulan tidak kurang dari Rp3 juta, ditambah SHU setiap tahunnya.

Pemanfaatan gaharu

Tak hanya HKM Bina Wana, Lampung juga memiliki Kelompok Tani Gaharu Lampung binaan KLHK yang menjual HHBK dari pohon gaharu. Menurut ketua kelompok Syamsul Huda, dirinya mengembangkan gaharu sejak 2008.

Ia menjelaskan untuk menghasilkan berbagai produk turunan, gaharu mesti ‘dilukai’ dengan disuntikkan zat tertentu. “Jadi kalau pohon ini tidak luka, tidak ada cacatnya, itu kosong, harganya murah seperti kayu bakar. Tapi saat dia luka, ada infeksi dari jamur, cendawan, maka ada aroma wangi. Nah itu itulah yang jadi nilai jual gaharu,” jelasnya.

Syamsul menyebut semua komponen pohon ini bisa laku dijual. Melalui pengelolaan gaharu, Kelompok Tani Gaharu Lampung bisa menghasilkan berbagai produk untuk dipasarkan. “Bahkan sampah-sampahnya masih bisa dijual. Jadi kami di sini memaksimalkan hasil, bukan hanya dari penyuntikan, tapi juga produk hasil turunannya. 

Seperti minyak, ada air distilasi gaharu, madu gaharu, gelang gaharu, parfum gaharu, teh gaharu, pokoknya banyak sekali,” paparnya.

Penanaman mangrove

Upaya rehabilitasi hutan dan lahan juga dilakukan KLHK lewat penanaman mang­rove. Tahun lalu, pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) sekitar Rp406 miliar untuk program padat karya mangrove.

Sepanjang tahun ini, KLHK bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove mempercepat rehabilitasi mang­rove se­luas 34.250 ha di 32 provinsi. Di Lampung, upaya rehabilitasi hutan mangrove dilakukan Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung (BPDASHL WSS) di Kawasan Penyangga Taman Nasional Way Kambas.

Rehabilitasi hutan mang­rove ini dilakukan dengan metode pemberdayaan kelompok tani hutan dan masyarakat sekitar kawasan hutan. 

Masyarakat yang terlibat tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Rahayu Mandiri.

Melalui kegiatan itu, sebanyak 90.750 batang mangrove berhasil ditanam pada areal seluas 25 ha. Melalui program PEN mangrove, KTH Rahayu Mandiri juga mampu menyediakan bibit mangrove untuk daerah lain, membuat bronjong pemecah ombak untuk menahan abrasi dan sarang kerang untuk dipanen, hingga menyediakan ambulans bagi masyarakat.

0 comments

    Leave a Reply