Kebijakan Harga Minyak Goreng Dinilai Abaikan Daya Beli Masyarakat | IVoox Indonesia

September 1, 2025

Kebijakan Harga Minyak Goreng Dinilai Abaikan Daya Beli Masyarakat

antarafoto-harga-minyakita-250724-hma-06
Pedagang menunjukkan minyak goreng Minyakita di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (25/8/2024). Kementerian Perdagangan telah menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng merk Minyakita dari sebelumnya Rp14.000 per liter menjadi Rp15.700 per liter namun pedagang di Pasar Kebayoran Lama menjual Minyakita seharga Rp17.000 per liter dikarenakan harga beli dari distributor atau agen mencapai Rp15.500 per liter. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

IVOOX.id – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menilai terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 yang mengubah aturan terkait kewajiban domestic market obligation (DMO) minyak curah berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen, serta mengganggu stabilitas ketersediaan minyak goreng.

Seperti diketahui, Permendag 18/2024 menghapus kewajiban DMO untuk minyak curah dan mengalihkan sepenuhnya untuk MinyaKita (minyak kemasan). Penghapusan minyak curah ini kata dia membawa konsekuensi naiknya biaya produksi, di mana kenaikan itu dibebankan kepada rakyat atau konsumen.

Amin Ak, menilai kebijakan tersebut lahir di waktu yang tidak tepat. Saat ini daya beli masyarakat sedang terpuruk, baik di masyarakat kelas bawah maupun masyarakat kelas menengah bawah. Belum lagi banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri dan sulitnya mencari pekerjaan baru.

"Saya merasa heran, mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan ini di saat daya beli masyarakat menurun. Jelas kondisi tersebut membebani rakyat kecil. Semestinya kondisi perekonomian rakyat harus menjadi pertimbangan juga, jangan hanya melihat dari sisi pengusaha sawit saja," kata Amin dalam siaran pers yang diterima ivoox.id pada Kamis (29/8/2024).

Jika tidak dilakukan penyesuaian kebijakan, situasi ini menurutnya akan semakin membebani masyarakat, terlebih jomplangnya antara pendapatan, terutama di kalangan pekerja, yang cenderung stagnan dengan laju inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok.

“Meskipun pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), namun faktanya harga riil di tingkat konsumen selalu lebih tinggi dari HET,” ujar Amin.

Selain itu, basis kewajiban DMO sendiri didasarkan pada volume ekspor yang dilakukan produsen minyak sawit (CPO) dan turunannya, sehingga rujukan harga yang digunakan pengusaha pun pada harga internasional. Di tengah nilai tukar rupiah yang terus terpuruk dibandingkan sejumlah mata uang global, terutama Dolar AS maupun Euro, hal itu menurutnya berdampak pada kenaikan harga minyak goreng untuk pasar dalam negeri, termasuk MinyaKita.

“Saya berharap pemerintah tidak hanya memberikan kebijakan relaksasi bagi pengusaha, namun juga mengeluarkan kebijakan yang bisa meringankan beban rakyat. Pemerintah juga wajib menyiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap dampak negatif dari Permendag 18/2024,” ujar Amin.

Ia menyarankan agar saat ini sebaiknya DMO minyak curah tidak dihapuskan 100% namun masih diberlakukan secara proporsional sesuai kebutuhan rakyat. Kemudian basis perhitungan DMO untuk setiap produsen, tidak menggunakan basis volume ekspor namun menggunakan basis jumlah produksi minyak sawit.

0 comments

    Leave a Reply