Impor Borongan Merajalela, Sektor Tekstil Desak Jokowi Ganti Menteri Keuangan | IVoox Indonesia

May 14, 2025

Impor Borongan Merajalela, Sektor Tekstil Desak Jokowi Ganti Menteri Keuangan

antarafoto-rilis-barang-hasil-penindakan-satgas-importasi-ilegal-060824-fah-6
Petugas Bea Cukai berjaga disamping pakain bekas (balpres) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024). Satgas importasi ilegal mengamankan 4927 balpres pakaian bekas, kain gulungan 20.000 rol, 695 produk jadi, 332 pack tekstil, 43 kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 elektronik dan 5.896 barang garment senilai Rp 46.188.205.400. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

IVOOX.id – Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) terus berlanjut akibat maraknya impor ilegal yang membanjiri pasar domestik. Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI), Agus Riyanto, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi ini dan menyoroti bahwa praktik impor borongan masih terus berlangsung tanpa adanya tindakan tegas dari Kementerian Keuangan. 

"Mereka seolah-olah merestui praktik impor ilegal ini," ungkap Agus dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Selasa (20/8/2024).

Menurut data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), pada bulan Juli lalu, sekitar 700 karyawan di Jawa Tengah telah di PHK, sementara pada bulan Agustus, 500 karyawan di Jawa Barat mengalami nasib serupa. Kedua perusahaan yang terlibat juga menutup pabriknya karena kondisi ini merupakan bagian dari tren yang sudah berlangsung sejak tahun 2023. Secara keseluruhan, ratusan ribu karyawan telah di PHK dan puluhan pabrik tutup dalam dua tahun terakhir.

Agus menambahkan bahwa meskipun pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengatasi masalah ini, kondisi industri justru semakin memburuk. Menurutnya, wilayah kerja Satgas yang terbatas hanya pada pasar dalam negeri tidak cukup efektif.

"Masalah utamanya ada di pelabuhan, di mana Bea Cukai terus membuka pintu bagi praktik impor ilegal, dan hingga saat ini sepertinya tidak ada niatan dari Menteri Keuangan untuk mengatasi permasalahan ini," kata Agus.

Atas kinerja buruk Direktorat Jenderal Bea Cukai, AMTI mendesak Presiden Jokowi untuk segera mereshuffle Menteri Keuangan dan pimpinan Ditjen Bea Cukai.

"Ini sangat mendesak, kami ingin menghindari keterpurukan yang lebih dalam lagi dalam tiga bulan ke depan sebelum pemerintahan baru dimulai," ujar Agus.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya, Nandi Herdiaman, menyampaikan bahwa industri kecil dan menengah (IKM) masih dalam kondisi terpuruk meskipun sempat ada sedikit order untuk seragam pada bulan Juni. "Kami sangat berharap belas kasihan dari pemerintah untuk menolong kami," kata Nandi.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya meminta keadilan dari Menteri Keuangan untuk segera melarang praktik impor borongan. "Kami siap bersaing secara fair dengan barang-barang impor, asal sama-sama memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun, mengapa Menteri Keuangan tega menindas kami yang sudah patuh terhadap ketentuan perpajakan, sementara barang impor lewat borongan bebas melenggang tanpa membayar bea masuk dan pajak yang seharusnya," ujar Nandi.

Di tempat lain, Ketua Komite Tetap Industri Manufaktur Bidang Asosiasi dan Himpunan KADIN Indonesia, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa permasalahan impor ilegal ini juga terjadi di sektor lain seperti elektronik, alas kaki, komponen otomotif, besi baja, mainan, hingga peralatan rumah tangga. Hal ini, menurutnya, memukul kinerja industri manufaktur. "Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan industri selalu di bawah PDB dengan kontribusi yang hanya sekitar 16%," kata Redma.

Redma menambahkan bahwa kinerja buruk Bea Cukai ini menjadi faktor utama turunnya penerimaan pajak dari sektor manufaktur hingga 13,8% per Juli 2024, sebagai akibat dari pertumbuhan industri manufaktur yang hanya mencapai 3,95% pada kuartal kedua.

"Dampaknya meluas pada turunnya iuran BPJS akibat PHK, serta penurunan konsumsi tenaga listrik, padahal sektor industri manufaktur berkontribusi lebih dari 35% terhadap pendapatan PLN, hingga berimbas pada pelemahan daya beli masyarakat," ujar Redma. "Implikasi dari kinerja buruk Bea Cukai terhadap perekonomian sangat besar dan signifikan, ini seharusnya menjadi perhatian utama bagi Ibu Menteri," katanya.

0 comments

    Leave a Reply