ICEL Kritik PP Kebijakan Energi Nasional 2025: Kontradiksi Besar, Perpanjang Ketergantungan pada Energi Kotor | IVoox Indonesia

October 11, 2025

ICEL Kritik PP Kebijakan Energi Nasional 2025: Kontradiksi Besar, Perpanjang Ketergantungan pada Energi Kotor

antarafoto-aksi-hentikan-operasional-pltu-babelan-1748338218-1
Sejumlah mahasiswa dan LSM melakukan aksi di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (27/5/2025). Aksi tersebut menuntut operasional PLTU Babelan yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan warga dihentikan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

IVOOX.id – Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) pada 15 September 2025. Aturan ini ditetapkan sebagai pedoman utama arah pengembangan energi Indonesia, mencakup sasaran penyediaan energi, pemanfaatan sumber daya, hingga kerangka transisi dan dekarbonisasi sektor energi.

Namun, Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) menilai kebijakan tersebut justru menurunkan ambisi energi terbarukan sekaligus memperpanjang dominasi batu bara hingga beberapa dekade ke depan. Target energi terbarukan dalam PP KEN hanya ditetapkan 19–21 persen pada 2030, naik bertahap hingga 58–61 persen pada 2060. Angka ini dinilai jauh di bawah potensi teknis Indonesia yang mencapai lebih dari 3.000 GW.

“Target tersebut menunjukkan lemahnya komitmen percepatan transisi energi. Sebaliknya, porsi batu bara tetap tinggi bahkan mencapai hampir 50 persen pada 2030. Konsistensi ini berpotensi memperpanjang umur pembangkit, meningkatkan risiko carbon lock-in, serta mengancam pencapaian target puncak emisi 2035 dan net-zero 2060,” jelas Syaharani, Kepala Divisi Keadilan Iklim dan Dekarbonisasi ICEL dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Selasa (30/9/2025).

Syaharani menegaskan kebijakan ini menyimpan kontradiksi serius. “Kebijakan ini memperlihatkan kontradiksi besar karena di satu sisi Indonesia menyatakan komitmen menuju dekarbonisasi dan target net zero, tetapi di sisi lain tetap menormalisasi penggunaan batu bara hingga puluhan tahun ke depan. Langkah ini bukan hanya melemahkan kredibilitas komitmen iklim Indonesia, tetapi juga mengunci kita dalam ketergantungan pada energi kotor yang akan menyulitkan transisi menuju energi bersih,” ujarnya.

Selain batu bara, PP KEN juga menempatkan gas bumi sebagai pilar energi jangka panjang, dengan porsi yang dipertahankan di atas 14 persen hingga 2060. ICEL memperingatkan kebijakan ini berisiko menimbulkan stranded assets, yakni infrastruktur energi fosil yang kelak menjadi aset terbengkalai akibat peralihan teknologi menuju energi terbarukan.

ICEL juga menyoroti peran bioenergi yang dinilai berpotensi memicu konflik agraria, deforestasi, hingga melemahkan pencapaian target FOLU Net Sink 2030 apabila tidak disertai mekanisme safeguard yang ketat.

Dari sisi sosial, ICEL menilai PP KEN gagal memperhitungkan eksternalitas energi fosil, di mana operasional PLTU batu bara berkontribusi pada ribuan kematian dini setiap tahun akibat polusi udara. Dari sisi ekonomi, kebijakan ini dinilai masih memberikan subsidi besar untuk energi fosil, sambil mendorong teknologi berbiaya tinggi seperti nuklir dan Carbon Capture Storage (CCS).

Melihat arah kebijakan ini, ICEL mendesak pemerintah segera meningkatkan ambisi energi terbarukan, memperkuat partisipasi masyarakat terdampak, menciptakan lapangan kerja hijau, serta melindungi hak masyarakat adat dan lokal.

0 comments

    Leave a Reply