Hari Tani, Keberlanjutan Pertanian dan Masa Depan Kehidupan | IVoox Indonesia

September 30, 2025

Hari Tani, Keberlanjutan Pertanian dan Masa Depan Kehidupan

250925-Hari Tani_AI
ILUSTRASI - Pemerintah perlu memberikan hak agak istimewa kepada petani seperti jaminan kesehatan, pendidikan, keringanan pajak, pembangunan infrastruktur desa, subsidi harga, input produksi, hingga bantuan alat dan mesin pertanian. IVOOX.ID/AI

IVOOX.ID - Hari ini, 24 September 2025, merupakan Hari Tani Nasional. Hari yang tepat untuk merenungkan keberlanjutan pertanian di Indonesia seiring semakin seringnya istilah keberlanjutan atau sustainability digaungkan dalam berbagai diskusi pembangunan.

Namun, tanpa pemahaman yang tepat, keberlanjutan hanya sekadar jargon atau tren wacana. Keberlanjutan adalah proses yang terus berlangsung, tanpa pernah berhenti, seperti adanya sinar matahari yang setiap pagi terbit. Demikian juga kebutuhan pangan manusia, tidak pernah berhenti.

Di dunia pertanian, keberlanjutan memiliki makna yang sangat penting: Bagaimana sistem produksi pangan tetap berjalan dari generasi ke generasi tanpa terjadi kerusakan sumber daya dan pelaku usaha tani tetap merasa bahagia tanpa ada paksaan.

Inilah yang disebut keberlanjutan sistem produksi pertanian, yaitu suatu kondisi yang memastikan manusia selalu memiliki cukup pangan pada hari ke hari, esok, lusa, dan jangka panjang masa depan.

Tiga pilar

Keberlanjutan pertanian sesungguhnya bertumpu pada tiga pilar utama. Pertama, keberlanjutan faktor produksi seperti ketersediaan lahan yang cukup, kesuburan tanah, ketersediaan air, dan kelayakan usaha tani itu sendiri.

Kedua, keberlanjutan pelaku usaha pertanian, yang meliputi ketersediaan tenaga kerja, kemauan petani untuk terus berproduksi, serta daya tahan petani menghadapi persaingan usaha lain. Ketiga, keberlanjutan keuntungan dari usaha tani, sebagai motivasi yang menjadi daya dorong usaha tani terus berjalan atau hilang.

Roda zaman telah menunjukkan bagaimana bisnis pita kaset hilang ditelan waktu. Dan juga produk modern lainnya. Jangan sampai nasib serupa menimpa dunia pertanian.

Hilangnya sumber daya pertanian sama berbahayanya dengan punahnya profesi petani. Jika lahan menjadi tandus atau petani berhenti berproduksi, sistem pangan nasional akan terguncang. Demikian pula pilar terakhir, profit usaha tani. Hal itu sangat penting dan harus dijaga oleh semua pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam usaha tani, termasuk konsumen.

Kesadaran bahwa harga produk pertanian di Indonesia yang agak mahal dibandingkan produk serupa di luar negeri karena biaya produksinya juga lebih tinggi, harus menjadi pemahaman bersama.

Pemahaman itu bisa melahirkan kesadaran untuk membeli produk pertanian dengan harga sedikit lebih tinggi dibanding harga di luar negeri. Anggaplah itu sebagai penghargaan pada petani agar profit petani tetap layak dan produksi pertanian berjalan secara berkelanjutan. Tanpa pemahaman ini, harga produk pertanian akan terus ditekan.

Ancaman nyata

Diskusi mengenai keberlanjutan faktor produksi sudah lama dilakukan di dalam seminar, simposium, dan ruang akademik. Namun, masih banyak hal yang berhenti sebatas wacana. Upaya nyata di lapangan masih sangat terbatas. Ditambah lagi lahan subur terus tergerus oleh alih fungsi untuk tapak industri dan perumahan.

Air irigasi makin langka di banyak wilayah. Hal tersebut mengurangi keberlanjutan produksi dalam aspek kuantitas. Sementara itu, umur petani juga semakin menuju ke populasi petani tua, dan regenerasi petani kurang berjalan secara lancar.

Bahaya kedua yang bahkan lebih jarang dipikirkan yaitu ketidakberlanjutan minat pelaku usaha pertanian. Petani berkecenderungan berganti profesi, karena rendahnya insentif ekonomi dari usaha tani.

Apa jadinya jika 30 persen petani kita berhenti berproduksi, atau mengurangi intensitas tanam dari tiga kali setahun menjadi hanya sekali? Produksi pangan pasti anjlok. Jika fenomena ini meluas hingga 50 persen petani, maka sistem produksi pangan nasional bisa kolaps.

Dampaknya dapat dibayangkan pada 285-juta rakyat Indonesia yang akan menghadapi krisis pangan. Kelaparan bukan hanya berita di TV, tetapi kenyataan di meja makan yang dihadapi semua orang.

Mungkin waktu sekarang belum banyak orang yang merasakan kelaparan sehari dua hari, dan bahkan berkepanjangan bertahun tahun, sehingga sulit membayangkan betapa berat konsekuensinya. Cobalah, hanya untuk bereksperimen, kurangi jatah makan menjadi seperempat porsi selama satu minggu saja atau sebulan. Baru kita dapat tersadar, betapa pentingnya pangan.

Mitigasi bertindak

Artikel ini bukan pesimisme, tetapi peringatan. Jika Bangsa Indonesia tidak mengambil langkah konkret, skenario buruk itu bisa menjadi kenyataan. Maka, apa yang bisa kita lakukan untuk merawat keberlanjutan pertanian? Kali ini kita lihat dari satu sisi saja, pelaku usaha tani.

Pertama, beri insentif ekonomi kepada petani. Jangan selalu membandingkan harga pangan di tanah air dengan harga di luar negeri. Kondisi sosial, biaya produksi, dan infrastruktur di Indonesia berbeda. Harga yang terlalu ditekan justru mematikan motivasi petani untuk menanam.

Kedua, hargai dan hormati profesi petani. Di Belanda, petani dipandang sebagai pahlawan devisa dan menjadi warga negara yang sangat terhormat. Di Indonesia, seringkali petani justru dianggap pekerjaan kelas dua. Mengubah cara pandang ini penting agar generasi muda mau dan bangga untuk menjadi petani; tentu jika berprofesi sebagai petani cukup menguntungkan.

Ketiga, berikan hak agak istimewa kepada petani. Pemerintah perlu memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, keringanan pajak, pembangunan infrastruktur desa, subsidi harga, input produksi, hingga bantuan alat dan mesin pertanian.

Hak isimewa sudah sering diberikan untuk profesi lain seperti ASN, dan aparat negara, termasuk guru atau dosen, yang mendapat keringanan kredit kendaraan , kredit rumah, hingga potongan biaya kuliah anak-anaknya.

Keempat, penyuluhan yang bermutu, efektif, dan bermanfaat harus digalakkan. Pengetahuan teknis petugas penyuluh lapang mutlak perlu ditingkatkan. Banyak teknologi pertanian tersedia, tetapi tanpa penyampaian dan pendampingan, petani enggan mencoba.

Kelima, permudah akses petani untuk memperoleh kredit perbankan. Petani yang berintegritas seharusnya dapat meminjam modal dengan bunga ringan, sehingga bisa meningkatkan skala usahanya.

Langkah-langkah ini tidak boleh berhenti sebagai daftar harapan, tetapi harus menjadi kebijakan yang terus menerus diimplementasikan dan dievaluasi. Jika hal-hal tersebut belum dilakukan, inilah saatnya Bangsa Indonesia mendesak untuk berubah menjadi lebih melihat perubahan yang lebih rasional.

Keberlanjutan pertanian bukan hanya urusan petani, tetapi harus menjadi perhatian dan urusan seluruh bangsa. Setiap warga negara Indonesia sejatinya adalah konsumen pangan, dus masuk dalam sistem usaha pertanian. Semua akan merasakan akibatnya jika sistem pangan gagal.

Oleh karena itu, para pejabat pertanian dari atas hingga yang terbawah, peneliti, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat perlu bersinergi memberikan kontribusi pemikiran dan tindak operasional nyata, guna memajukan pertanian Indonesia.

Terakhir, merawat pertanian agar terus berkelanjutan berarti merawat kehidupan. Setiap upaya yang dilakukan untuk keberlanjutan pertanian akan menentukan masa depan kehidupan anak cucu Bangsa Indonesia hingga akhir zaman.

Kita ingin agar anak cucu selalu dalam kondisi berkecukupan pangan, bukan dalam kondisi sebaliknya yaitu menghadapi krisis yang memaksa anak-cucu berebut sesuap nasi. Di Hari Tani ini, mari semua bertindak sebelum terlambat. Selamat Hari Tani.

Penulis: Prof. Sumarno

Tenaga Ahli di Aliansi Peneliti Pertanian Indonesia (APPERTANI) dan peneliti purnabakti Kementerian Pertanian.

 Sumber: Antara

0 comments

    Leave a Reply