Gagal Masuk Daftar "Negara Berkembang" Versi AS, Kepala Bappenas Bilang RI "Naik Kelas"

IVOOX.id, Jakarta - Dicoret Amerika serikat dari daftar negara berkembang sehingga tak bisa lagi menikmati pemangkasan tarif impor Paman Sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa justru menyatakan Indonesia mendapat keuntungan karena "naik kelas".

"Kalau kita naik kelas pasti menguntungkan," katanya usai meluncurkan program nasional kemitraan pertumbuhan ramah lingkungan dan tujuan global (P4G) di Jakarta, Senin (24/1).

Menurut dia, dengan level naik tersebut, maka cara bernegosiasi Indonesia dalam kerja sama ekonomi dan pembiayaan akan diperlakukan seperti negara maju.

Apalagi, lanjut dia, saat ini Indonesia membuat inisiatif untuk membantu negara-negara di kawasan Afrika.

Dia mengungkapkan Indonesia dinilai naik kelas karena sesuai proyeksi tahun 2020 Indonesia sudah masuk negara berpendapatan di atas pendapatan menengah atau upper middle income country.

"Jadi kita sudah di atas 42 dolar per kapita, biasanya kalau sudah seperti itu, fasilitas seperti pinjaman itu tidak bisa lagi murah, tapi juga tidak terlalu mahal karena kita masih di tengah," katanya, dikutip Antara.

Bappenas sebelumnya memproyeksikan Indonesia akan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap pada tahun 2036.

Pada 2036 diperkirakan pendapatan masyarakat mencapai sekitar 12.233 dolar AS per kapita dan angka itu akan terus melonjak hingga 23.199 dolar AS per kapita pada 2045.

Sebelumnya, Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) memuat daftar negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang dikategorikan negara sedikit maju dan negara berkembang.

Indonesia tidak masuk dalam daftar kedua kategori itu versi USTR, sehingga tak bisa lagi mendapatkan tarif khusus berupa subsidi atas impor yang didatangkan AS.

Padahal, beberapa pekan lalu, Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto khusus datang ke AS untuk melobi agar Indonesia tetap mendapatkan fasilitas tarif khusus yang dikenal sebagai Generalized System of Preferences (GSP) dan untuk mempertahankan itu, Indonesia bersedia membeli lebih banyak barang AS.