Festival Budaya Panji 2024, Menbud Fadli Zon ingin Kisah Panji Sepopuler Romeo-Juliet atau Layla-Majnun | IVoox Indonesia

July 2, 2025

Festival Budaya Panji 2024, Menbud Fadli Zon ingin Kisah Panji Sepopuler Romeo-Juliet atau Layla-Majnun

Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri) membuka Festival Budaya Panji 2024
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri) membuka Festival Budaya Panji 2024 setelah menyerahkan topeng kepada pelaku budaya panji asal Yayasan Tari Topeng Mimi Rasinah di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (22/10/2024) malam. (ANTARA/Gilang Galiartha)

IVOOX.id – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan keinginannya agar budaya cerita Panji bisa memiliki popularitas yang setara dengan kisah Romeo dan Juliet atau Layla dan Majnun.

"Kalau cerita Panji bisa sepopuler Romeo dan Juliet-nya Shakespeare atau Layla-Majnun karya Nizami Ganjavi, tentu bisa kita promosikan secara global," kata Menbud Fadli Zon saat memberikan sambutan di sela pembukaan Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (22/10/2024) malam, dikutip dari Antara.

Fadli Zon merujuk pada kisah cinta tragis Romeo dan Juliet karya William Shakespeare tahun 1567 serta puisi naratif Layla dan Majnun gubahan Nizami Ganjavi, penyair Persia asal Azerbaijan pada 1188.

Keinginan itu berdasarkan tradisi cerita Panji yang menurut berbagai catatan telah hidup sejak masa Kerajaan Majapahit atau medio abad ke-15 atau ke-16.

"Itu berarti lebih tua dari Romeo dan Juliet-nya Shakespeare. Bahkan konon sudah ada sejak abad ke-13 di era Singasari," kata Fadli Zon.

Cerita Panji adalah kumpulan kisah-kisah cinta sarat kepahlawanan yang umumnya merujuk pada lakon antara Panji Inu Kertapati dan Sekartaji yang bertahan menyebar di Jawa.

Kendati demikian cerita Panji berkembang dan menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara, bahkan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, dan Myanmar, menciptakan kisah-kisah cinta serta kepahlawanan dengan beragam lakon.

Fadli Zon menceritakan pengalamannya mengunjungi Museum Kesusastraan Nasional Azerbaijan yang juga bernama Museum Kesusastraan Nizami Azerbaijan, mengambil nama sang penyair pencipta puisi naratif Layla dan Majnun.

Museum itu hasil kerja-kerja preservasi naskah Layla dan Majnun yang bisa terkonsolidasi dengan baik, sehingga kisah tersebut dapat terus terjaga nan lestari.

Menurut Fadli, Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Azerbaijan melestarikan dan menghargai Layla dan Majnun maupun Nizami Ganjavi dalam upaya pelestarian cerita Panji.

"Bukan hanya promosi global, tetapi untuk masyarakat kita sendiri. Supaya memahami kita punya cerita Panji dengan berbagai nilai dan makna di dalamnya, bagian karya nenek moyang yang terus kita hidupkan," ujarnya.

Oleh karena itu ia menyambut baik penyelenggaraan Festival Budaya Panji 2024 yang diadakan memperingati tujuh tahun penetapan budaya Panji sebagai Memori Dunia oleh UNESCO pada 2017.

Terlebih Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan mengangkat tema "Cerita Panji dalam Keragaman Budaya Nusantara" untuk festival kali ini.

"Ini sebuah upaya konkret untuk melakukan pelestarian dan promosi cerita-cerita asli Nusantara," kata Fadli Zon.

Festival Budaya Panji 2024 digelar di Gedung Kesenian Jakarta pada 22-24 Oktober.

Sepuluh kelompok seni dari berbagai daerah di Indonesia terpilih untuk pentas sepanjang festival yakni Padepokan Mangun Dharmo dari Malang, Yayasan Tari Topeng Mimi Rasinah (Indramayu), Sanggar Sekar Kedhaton Somoktan (Klaten), Sanggar Seni Satriya Lelana (Bali), dan Sanggar Wayang Bundeng Gepuk (Wonosobo).

Kemudian Sanggar Albanyiuri dari Banjarmasin, Pesinauan Sekolah Adat Osing (Banyuwangi), Sanggar Kedhaton Ati (Karanganyar), Komunitas Seni Tadulako (Palu), dan Sanggar Maestro Topeng Ghulur Ji Hanan (Sumenep).

Berbarengan dengan itu Perpustakaan Nasional (Perpusnas) juga menggelar Pameran Cerita Panji: Prahara, Kembara, Asmara yang memamerkan berbagai naskah kuno cerita Panji.

Kisah Panji Masih Relevan

Filolog Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Adi Wisnurutomo menyatakan bahwa cerita Panji masih relevan hingga kini karena banyak mengisahkan tentang perbedaan kelas sosial.

"Cerita Panji sering menggunakan konflik perbedaan kelas sosial. Kisah di dalamnya disajikan dengan adanya karakter dengan perbedaan kelas sosial dalam masyarakat yang diawali dengan konflik dan berakhir dengan cerita cinta bahagia," katanya di Perpusnas, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Ia menyebutkan beberapa dongeng tentang perbedaan kelas, misalnya Ande-Ande Lumut dari Jawa, di mana salah satu tokohnya, Klenting Kuning yang diperlakukan tidak adil oleh ketiga saudaranya (Klenting Merah, Klenting Hijau, dan Klenting Biru).

Selain itu, cerita tentang Bawang Merah dan Bawang Putih yang sudah sering dikisahkan dari mulut ke mulut juga mengangkat perbedaan kelas sosial, dan terinspirasi dari cerita Panji.

"Bahkan tidak hanya kelas sosial, tetapi juga perbedaan wujud seperti cerita Kethek Ogleng (pertunjukan tari dari Ponorogo dengan kera sebagai tokoh utama). Penggunaan pola yang sama ini menunjukkan bahwa pembahasan dan konflik terkait kesenjangan masih dianggap relevan dari masa ke masa," ucap Adi.

Ia juga mengemukakan dalam ranah politik, cerita Panji tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh yang berasal dari Jawa saja, meskipun latar utamanya adalah kerajaan dan daerah-daerah yang berada di Jawa bagian Timur.

"Cerita Panji tidak jarang berinteraksi dengan tokoh-tokoh dari luar Jawa, bahkan, pada beberapa kisah, Panji akan menjadi tokoh yang tidak berasal dari Jawa," ujar dia.

Ia menyebutkan dua tokoh dari kisah Panji yakni Sabrang (yang kemudian diartikan sebagai menyeberang), dan Klana (diartikan sebagai berkelana), di mana sebutan tersebut merujuk pada tokoh-tokoh dari kerajaan lain seperti Makassar, Bengkulu, hingga Banda.

"Banyak spekulasi yang muncul tentang siapa Klana sebenarnya, mulai dari sindiran terhadap musuh-musuh Majapahit, Raden Patah (raja Muslim pertama di Jawa), hingga pemberontak Trunajaya, Pangeran Adipati Anom, atau beberapa tokoh sejarah lainnya," tuturnya.

Kisah Panji menjelma dalam berbagai rupa kesenian, seperti dalam relief, pertunjukan tari, wayang, dongeng, hingga karya sastra.

0 comments

    Leave a Reply