Fenomena One Piece: Menggali Harta Karun Ekonomi Kreatif Indonesia | IVoox Indonesia

August 19, 2025

Fenomena One Piece: Menggali Harta Karun Ekonomi Kreatif Indonesia

060825-One Piece1
ILUSTRASI - Inisiatif seperti pengibaran bendera One Piece membuktikan bahwa ekonomi kreatif Indonesia tidak hanya soal produk, tetapi juga soal makna dan narasi. IVOOX.ID/AI

IVOOX.id – Seruan di media sosial untuk mengibarkan bendera bajak laut One Piece menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 kemerdekaan Indonesia memicu perdebatan. Ada yang menyebutnya protes simbolik, ada pula yang menganggapnya provokasi.

Simbol Jolly Roger Topi Jerami bukan sekadar lambang fiktif. Bagi jutaan penggemarnya di Indonesia, simbol ini mewakili perlawanan terhadap ketidakadilan, solidaritas, dan semangat kebebasan berekspresi. Namun, di balik kontroversi ini, terselip potensi besar yang kerap diabaikan: kekuatan budaya populer sebagai motor ekonomi kreatif Indonesia.

Indonesia bukannya tidak memiliki produk budaya populer. Beberapa karya anak bangsa menunjukkan potensi model ekonomi kreatif seperti itu. Sebut saja Si Juki karya Faza Meonk, berkembang dari komik digital menjadi serial animasi, film layar lebar, dan produk merchandise.

Ada pula Nussa dan Rara karya The Little Giantz, sukses dari YouTube hingga layar lebar dengan ekosistem dakwah kreatif.

Tak kalah penting, BumiLangit Universe dengan karakter Gundala dan Sri Asih, membangun narasi lintas media layaknya Marvel Cinematic Universe.

Pemerintah sebenarnya menyadari potensi ini. Dalam Rapat Kerja DPR RI bersama Kementerian Ekonomi Kreatif pada Juli 2025, ekonomi kreatif dicanangkan sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional.

Targetnya, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8,37 persen dan nilai ekspor 32,94 miliar dolar AS pada 2029. Sektor animasi, video, musik, aplikasi, dan gim menjadi ujung tombak.

Subsektor animasi Indonesia tercatat tumbuh 6,5 persen pada 2024 dengan nilai Rp10,78 triliun. Ekspor animasi dan video juga terus meningkat, meski dominasi Intellectual Property (IP) lokal di pasar global masih terbatas.

Pemerintah memiliki delapan prioritas Asta Ekraf yaitu pengembangan SDM kreatif, penguatan ekosistem kelembagaan, pengembangan kekayaan intelektual (IP) dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), akses pembiayaan, riset dan inovasi, digitalisasi, promosi dan pemasaran, serta penguatan jejaring pelaku ekraf nasional dan global.

Ekosistem bisnis kreatif

Kita bisa belajar dari ekosistem bisnis One Piece. Manga ini telah terjual lebih dari 500 juta kopi di seluruh dunia dan memegang rekor Guinness sebagai seri manga terbanyak terbit oleh satu penulis.

One Piece berkembang menjadi waralaba besar dengan pendapatan miliaran dolar dari merchandise, film, theme park, hingga kolaborasi brand ternama. Awalnya dirancang selesai dalam lima tahun, kini serial ini berjalan lebih dari dua dekade berkat narasi yang terus relevan.

Ekosistem ini menjadi contoh nyata bagaimana IP yang kuat mampu menciptakan rantai ekonomi dari kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi nilai budaya pop. Ini adalah model ekonomi kreatif berbasis IP yang layak ditiru. Karya-karya anak bangsa tersebut sudah cukup membuktikan bahwa Indonesia sebenarnya mampu membangun IP lokal yang kuat, dengan fanbase solid dan potensi monetisasi besar.

Potensi ini seharusnya membuka gerbang bisnis beragam, dari penjualan merchandise dan adaptasi media hingga pariwisata, kuliner, bahkan teknologi. Kekuatan utama budaya populer terletak pada kemampuannya menciptakan narasi kuat dan mengikat.

Jutaan penggemar global membentuk komunitas loyal yang tak hanya mengonsumsi, tapi juga aktif memproduksi konten turunan dan mempromosikan merek secara organik. Komunitas inilah pondasi utama pengembangan ekonomi kreatif.

Pemerintah dan industri wajib serius memanfaatkan potensi ini. Investasi pada talenta lokal—animator, komikus, desainer—sangat krusial.

Kolaborasi antara pemegang lisensi budaya populer dengan UMKM juga dapat membuka pasar baru dan mendorong inovasi produk. Bayangkan desa-desa tematik dari Si Juki misalnya, atau festival kuliner bertema karakter yang menunjukkan bagaimana imajinasi dari budaya populer dapat diterjemahkan menjadi nilai ekonomi nyata.

Pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya populer juga mendorong inovasi teknologi dan digitalisasi. Aplikasi mobile, game interaktif, atau pengalaman VR yang terinspirasi dari karya-karya populer itu dapat menarik generasi muda dan menciptakan aliran pendapatan baru.

Dengan demikian, budaya populer bukan lagi hiburan pasif, melainkan ekosistem dinamis yang menawarkan peluang tak terbatas untuk pertumbuhan ekonomi dan pengembangan identitas budaya melalui medium yang digemari global.

Ekosistem bisnis One Piece adalah contoh nyata rantai nilai ekonomi kreatif: kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi. Tantangan besar muncul di tahap konservasi atau pelestarian nilai kreatif.

Tanpa dukungan kebijakan dan fasilitas, nilai ekonomi dari kreativitas komunitas ini akan menguap. Pemerintah perlu hadir dengan program-program yang memungkinkan kreativitas komunitas menjadi sumber ekonomi berkelanjutan.

Strategi penguatan ekonomi kreatif tidak cukup hanya dengan target PDB atau ekspor. Perlu ada keberanian merangkul dinamika budaya populer.

Festival budaya pop, kolaborasi lisensi IP lokal-global, hingga event kreatif bertema nasionalisme inklusif, harus didorong sebagai medium sinergi antara aspirasi rakyat dan visi pembangunan. Di era digital, kekuatan narasi dan simbol budaya pop jauh lebih efektif menjangkau generasi muda dibanding retorika formal kenegaraan.

Inisiatif seperti pengibaran bendera One Piece membuktikan bahwa ekonomi kreatif Indonesia tidak hanya soal produk, tetapi juga soal makna dan narasi. Komunitas kreatif mampu mengolah simbol global menjadi ekspresi lokal yang relevan dengan kondisi sosial.

Inilah aset tak ternilai yang, jika dikelola dengan baik, dapat menguatkan identitas budaya sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Indonesia harus memanfaatkan potensi budaya pop dan subkultur kreatif sebagai bagian integral dari strategi ekonomi nasional. Jika tidak, kita akan terus tertinggal dalam gelombang ekonomi kreatif global.

Kini saatnya pemerintah, pelaku industri, dan komunitas kreatif bersinergi. Bukan untuk memadamkan kreativitas, tetapi memastikan bahwa setiap ekspresi, simbol, dan cerita menjadi bagian dari perjalanan Indonesia menuju bangsa kreatif yang berdaya saing di pentas dunia.

 

Penulis: Rioberto Sidauruk

Pemerhati Industri Ekraf saat ini bertugas sebagai Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI.

0 comments

    Leave a Reply