ESDM Sebut Energi Listrik Jadi Tantangan Pembangunan Smelter | IVoox Indonesia

May 2, 2025

ESDM Sebut Energi Listrik Jadi Tantangan Pembangunan Smelter

antarafoto-smelter-freeport-siap-beroperasi-250524-rzl-1
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate (KEK JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Sabtu (25/5/2024). Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan mesin dan fasilitas pendukung Smelter siap untuk beroperasi pada minggu pertama bulan Juni 2024. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi

IVOOX.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan ketersediaan listrik masih menjadi tantangan dalam pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter). Lantaran pembangunan smelter membutuhkan tenaga listrik yang sangat besar dan pastinya menghasilkan emisi gas buang cukup besar.  

"Di Sulawesi sendiri, smelter yang ada di sini, mengonsumsi kurang lebih 20 GW, dan itu didominasi dari batu bara, jadi kalau dihitung emisi karbonnya ini sekian juta ton, nah ini tentu saja akan menjadi satu tantangan ya buat industri-industri smelter yang ada di sini," ujar Arifin Tasrif dalam siaran pers, Kamis (4/7/2024).

Selain itu, kata Arifin, saat ini global menuntut produk-produk yang merupakan hasil dari pemanfaatan energi bersih. Misalnya, negara-negara Eropa sudah berpacu untuk mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai menerapkan mekanisme yang disebut Cross Border Carbon Mechanism.

“Nanti di situ ada masalah perpajakan emisi gas CO2 ke depan," kata Arifin.

Lanjut Arifin, melalui penerapan Cross Border Carbon Mechanism, bakal ada pengenaan pajak karbon. Sehingga produk industri dalam negeri akan terbebani dengan pajak karbon tersebut serta akan menjadi mahal dan tidak kompetitif. Saat ini, pemerintah sedang menyusun rencana untuk bisa menyediakan tenaga listrik dengan energi yang memiliki emisi karbon yang rendah.

“Karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar, seperti prospek sumber gas di Blok Masela yang akan produksi pada tahun 2030 dengan proyeksi sebanyak 10,5 juta ton LNG per tahun,” kata Arifin.

Kemudian, kata Arifin, di Selat Makassar ada lapangan miliki ENI yang akan produksi di tahun 2027-2028, serta satu blok di Sumatera Bagian Utara, yakni Blok Andaman. Potensi besar lain, adalah energi matahari di Indonesia, kemudian potensi angin. Namun karena terbatas industri pendukungnya, maka potensi-potensi besar tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal.

“Potensi lain yang belum dimaksimalkan adalah potensi hidro yang berlokasi di Kalimantan Utara dan Papua,” ujar Arifin.

Arifin mengatakan, dengan memanfaatkan potensi-potensi tersebut, maka produk-produk yang dihasilkan berasal dari energi yang rendah emisi. Sehingga harganya bisa kompetitif dan tentunya, bisa menjadi peluang besar yang bisa ditangkap oleh industri. Pastinya, kata dia, bagaimana industri menyiapkan produk-produk yang didukung oleh energi bersih untuk bisa bersaing secara global.

“Produk kita pun juga tidak tergantung kepada satu pasar yang belum menerapkan Cross Border Carbon Mechanism, karena produknya sudah standar internasional dan kompetitif," katanya.

0 comments

    Leave a Reply