Epidemiolog: Penularan Covid-19 di DKI 11 Kali Lipat Lebih Tinggi dari Jawa Barat!

IVOOX.id, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif mengatakan DKI Jakarta menjadi wilayah paling berisiko terhadap penularan Covid-19.
Bahkan ia menghitung tingkat risiko penularan Covid-19 penduduk Ibu Kota delapan kali lebih besar ketimbang Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Bahkan kalau mau dibandingkan dengan Jawa Barat 11 kali lebih tinggi potensi penularan Covid-19," kata Syahrizal melalui pesan singkat, Ahad, 27 Desember 2020.
Syahrizal menuturkan angka risiko penularan tersebut didapatkan berdasarkan hitungan insiden kumulatif. Insiden kumulatif adalah jumlah kasus Covid-19 kumulatif dibagi dengan jumlah penduduk dalam satuan 100.000 orang.
Insidens kumulatif, kata dia, bisa menggambarkan risiko penduduk terkena Covid-19. "Dengan membuat rasio perbandingan antarprovinsi misalnya DKI-Jatim, maka bisa diketahui berapa risiko penduduk DKI dibanding Jatim."
Menurut dia, risiko penularan semakin tinggi karena masih minimnya pelacakan terhadap kontak erat dengan pasien Covid-19. Minimnya penelusuran kontak erat ini yang menyebabkan kasus penularan wabah ini semakin tidak terkendali di tengah masyarakat.
Penelusuran kontak erat kurang baik. Jadi mereka berisko tinggi untuk terinfeksi dan nantinya menjadi penular tidak tertangkap," ujarnya. Minimnya penelusuran kontak erat ini terjadi tidak hanya di Ibu Kota. Namun seluruh wilayah di Indonesia belum maksimal dalam melakukan pelacakan kontak erat.
Menurut Syahrizal, seandainya kemampuan pemeriksaan yang diterapkan pemerintah berjalan baik, maka saat ini angka kasus di Indonesia sedikitnya telah mencapai 1,5 juta kasus.
"Dengan penambahan kasus seperti saat ini awal Februari 2021 kasus Indonesia akan mencapai 1 juta kasus," ujarnya.
Syahrizal menyarankan pemerintah menerapkan lockdown atau karantina wilayah untuk menekan penularan Covid-19. Menurut dia, karantina wilayah menjadi solusi terbaik untuk mengendalikan wabah ini. "Karena PSBB Transisi tidak efektif mencegah penularan."

0 comments