May 6, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Ekonomi Indonesia tidak Dikuasai Asing

IVOOX.id, Jakarta - Ada banyak isu krusial mengemuka ke ruang publik menjelang dan selama kampanye pemilu kali ini.


Salah satunya ialah perekonomian Indonesia yang digembar-gemborkan dikuasai pihak asing. Peta Indonesia dari Aceh hingga Papua bertabur bendera asing menyeruak di media sosial, mengesankan seolah-olah asing benar-benar menguasai setiap jengkal Tanah Air. Sudah saatnya kita melindungi atau menutup diri agar tidak semakin dikuasai asing seperti di era kolonial dulu. Apakah begitu kenyataannya?


Demikian penggalan kalimat di awal Orasi Kebudayaan: Kampanye Ekonomi 2019 yang disampaikan pengamat ekonomi dari Unversitas Indonesia, Faisal Basri, di Soehana Hall, Energy Building Lt 2 SCBD, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, kemarin.


"Tudingan perekonomian Indonesia dikuasai asing tidak benar. Data menunjukkan perekonomian kita jauh dari penguasaan asing. Peran asing relatif kecil dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB). Sepanjang sejarah kemerdekaan, ekonomi kita tidak pernah didominasi asing," kata Faisal.


Dalam pemaparannya, Faisal menyatakan arus investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia rata-rata 5% setahun dari total nilai investasi fisik. Angka itu sangat kecil jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina. Di kedua negara jiran tersebut peran modal asing berkali lipat lebih besar (lihat grafik).


Bila dibandingkan dengan negara komunis Vietnam atau negara sosialis Bolivia sekalipun, Indonesia juga lebih kecil. Belakangan ini meningkat ketimbang rata-rata pada kurun 2000-2004 yang baru 7,1%.


"Namun, ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan Vietnam (50,5%), Bolivia (33,7%), Asia (25,7%), dan Asia Tenggara (66,1%). Investasi langsung asing ke Indonesia sampai sekarang ini tidak sampai seperempat dari PDB," lanjut Faisal.


Apa pasal? Menurut Faisal, hingga kini pemerintah memegang teguh UUD 1945 Pasal 33 ayat (3): 'Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat'.


"Perusahaan asing yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (migas), misalnya, sebatas sebagai kontraktor. Mereka membawa modal untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Jika mereka gagal mendapatkan migas, kerugian sepenuhnya mereka tanggung sendiri. Pemerintah bebas dari risiko kerugian. Jika berhasil mendapatkan migas, mereka memperoleh imbalan berupa bagi hasil setelah dipotong semua ongkos kegiatan produksi," ujar Faisal.


Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai di tengah kemungkinan merosotnya perekonomian dunia, ekspor Indonesia ke berbagai negara diperkirakan menurun.


"Untuk meningkatkan kembali potensi ekspor, kita perlu investasi asing. Nah, perang dagang antara AS dan Tiongkok itu bisa memicu relokasi bisnis dan investasi dari Tiongkok ke Indonesia," kata Kalla.



Haus modal


Dalam menanggapi orasi Faisal Basri, Direktur Riset Center of Reform on Economics, Piter Abdullah, sependapat bahwa aliran modal asing ke Indonesia dalam bentuk investasi langsung tergolong kecil.


"Ya, memang aliran FDI tergolong kecil. Aliran modal asing yang masuk bukan negatif. Tingginya aliran modal asing masuk menandakan Indonesia dilirik oleh dunia internasional. Indonesia harus membuat kebijakan ekonomi dan regulasi yang mendukung partisipasi dalam perekonomian global," jelas Piter.


Senada dengan pandangan ekonom senior Indef, Nawir Messi. Dia menilai jika ada pihak yang tidak setuju dengan keberadaan asing dalam perekonomian nasional, lebih baik tidak diperhitungkan.


Pembangunan ekonomi Indonesia masih banyak yang perlu dikembangkan. Sumber dana yang berasal dari APBN pun terbilang terbatas sehingga membutuhkan suntikan modal dari asing berupa investasi.


"Pengelolaan ekonomi Indonesia menjadi hal krusial untuk dipikirkan secara matang. Pertumbuhan ekonomi itu haus modal asing untuk memacunya lebih tinggi lagi. Kini, ekonomi Indonesia tumbuh di level 5%. Untuk mendorong pertumbuhan 1% saja memerlukan modal besar. Tidak ada pilihan selain masuknya modal asing," tandas Nawir.

0 comments

    Leave a Reply