DPT Tak Valid, Politik Uang, dan Mobilisasi Pemilih pada PSU Kuala Lumpur | IVoox Indonesia

May 11, 2025

DPT Tak Valid, Politik Uang, dan Mobilisasi Pemilih pada PSU Kuala Lumpur

Migrant Care soal PSU Kuala Lumpur
Tangkaan layar Konferensi pers Migrant Care secara daring pada Minggu (10/3/2024). Migant Care menyoroti pelaksanaan PSU (Pemungutan Suara Ulang) di Kuala Lumpur Malaysia pada Minggu (10/3/2024). IVOOX/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id - Migrant Care mengungkapkan sejumlah temuan saat berlangsungnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur Malaysia pada Minggu (10/3/2024). Temuan tersebut mulai dari data DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang tak valid hingga politik uang.

Menurut Trisna Dwi Yuni Aresta, Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, dalam pemantauan tahap persiapan PSU di Gedung World Trade Center Kuala Lumpur, Migrant Care menemukan sejumlah temuan di lapangan.

Salah satu temuan utama adalah penurunan drastis jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Meskipun DPT awalnya mencapai 491.152 orang, namun pada PSU di Kuala Lumpur hanya tercatat sebanyak 62.217 orang, atau sekitar 13 persen dari total.

"Yang kami sayangkan ketika proses pemungutan suara di 11 Februari itu terdapat sekitar 400 PC (komputer) yang digunakan oleh petugas registrasi. Namun yang kami pertanyakan data tersebut benar-benar digunakan untuk proses pemutakhiran data ini atau tidak," kata Trisna dalam konferensi pers, Minggu (10/3/2024).

Menurutnya menambah atau mengurangi DPT (Daftar Pemilih Tetap) tidak diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan kita sewaktu masa pemilu. "Namun yang bisa kita saksikan seperti ini, bukan hanya pengurangan (DPT) yang kita lihat, namun data yang dimutakhirkan tersrbut juga tidak valid," sambung Trisna.

Trisna juga menyoroti pertanyaan terkait penggunaan data pada proses pemutakhiran DPT, mengingat aturan yang melarang penambahan atau pengurangan DPT selama masa pemilu.

Selain itu, kevalidan data pemutakhiran juga menjadi perhatian karena temuan menunjukkan bahwa data tersebut tidak valid.

Selama tahap pelaksanaan PSU, banyak WNI mengalami kesulitan untuk menggunakan hak pilihnya karena data yang tidak valid.

Kurangnya informasi yang memadai dari KPU RI juga menyebabkan kebingungan di antara pemilih di lokasi pemungutan suara.

Migrant Care juga menemukan praktik politik uang dan mobilisasi pemilih yang terjadi di lokasi pemungutan suara.

Selain itu, surat undangan PSU yang tidak disalurkan dengan tepat dan ketidakhadiran KPU RI untuk memberikan pemahaman yang memadai juga menjadi masalah yang diungkapkan oleh Trisna.

Muhammad Santosa, Koordinator Migrant Care Indramayu yang memantau PSU dengan metode Kotak Suara Keliling (KSK), juga menemukan temuan penting.

Selanjutnya ia mencatat penolakan petugas KSK oleh otoritas setempat karena kurangnya pemberitahuan sebelumnya. Hal ini menyebabkan beberapa lokasi pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan.

Sebelumnya, KPU RI telah berupaya menyampaikan informasi dan sosialisasi terkait PSU di Kuala Lumpur, termasuk lokasi pemungutan suara dan metode pencoblosan.

Namun, Ketua KPU RI, Hasyim Asyari, mengakui bahwa tidak bisa diprediksi apakah minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam PSU akan tinggi atau rendah.

PSU di Kuala Lumpur rencananya akan dilaksanakan di Putra Jaya World Trade Center dengan KSK tersebar di 120 lokasi di berbagai wilayah.

Proses PSU berlangsung dari pukul 8 pagi hingga pukul 6 sore waktu setempat, dengan penghitungan suara dilakukan setelahnya untuk kemudian direkapitulasi secara nasional oleh KPU RI.

0 comments

    Leave a Reply