DPR dan Pemerintah Bahas Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Usai Putusan MK | IVoox Indonesia

July 18, 2025

DPR dan Pemerintah Bahas Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Usai Putusan MK

Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa
Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa saat acara Rakornas I KAHMI di Jakarta, Kamis (10/7/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

IVOOX.id – Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, menyampaikan bahwa DPR saat ini sedang menelaah secara menyeluruh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 yang mengatur pemisahan antara pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu daerah.

Pembahasan ini melibatkan sejumlah unsur di parlemen, termasuk Komisi II, Komisi III, dan Badan Legislasi (Baleg). Ketiga lembaga itu akan menyusun sikap resmi DPR dalam waktu dekat.

“Kami akan mengundang rapat konsultatif dengan pimpinan-pimpinan fraksi dan juga pemerintah. Hadir waktu itu Mendagri, Mensesneg, Menteri Hukum dan HAM, serta KPU. DPR sedang mengkaji, nanti hasilnya akan kita rumuskan bersama,” kata Saan dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id, Jumat (11/7/2025).

Menurut Saan, evaluasi mendalam diperlukan karena keputusan MK tersebut menyangkut masa depan sistem pemilu nasional. Ia menambahkan, kondisi ini membuka kemungkinan untuk menyusun kodifikasi Undang-Undang Pemilu yang selama ini masih terpisah-pisah dalam sejumlah regulasi.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, sebelumnya menyatakan bahwa penerapan putusan MK melalui revisi UU Pemilu berisiko menabrak ketentuan UUD 1945. Ia menyoroti Pasal 22E Ayat (1) dan (2) yang secara tegas menyebut bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

"Jika kita mengikuti putusan MK dengan jeda antara Pemilu Nasional dan Lokal minimal dua tahun hingga dua setengah tahun, maka siklus pemilu tidak lagi lima tahun sekali, melainkan bisa menjadi tujuh hingga tujuh setengah tahun. Ini jelas bertentangan dengan konstitusi," ujarnya kepada media.

Ia juga menilai bahwa MK telah melampaui kewenangannya. Menurut Rifqi, Mahkamah hanya boleh menguji norma undang-undang terhadap UUD 1945, bukan mengubah makna konstitusi secara substantif. Tugas MK seharusnya terbatas pada pembatalan pasal yang dianggap inkonstitusional, bukan menetapkan tafsir baru atas isi UUD.

0 comments

    Leave a Reply